Kuliner Cirebon - Syarat Ritus Keagamaan dan Penyerapan Budaya
Selain dikenal kota wali, Cirebon tak lekang akan ratusan kuliner yang familier. Berada di garis pantai utara Jawa Barat, Cirebon memiliki ragam kuliner yang telah dikenal hingga mancanegara.
Dijelaskan kelahiran ragam kuliner Cirebon, tidak terlepas dari keberadaan Cirebon yang menjadi persinggahan sejumlah bangsa pada zaman dahulu. Hal itu terlihat dari ciri khas beberapa kuliner yang ada.
“Sejak abad ke 14, Cirebon merupakan wilayah melting pot. Wilayah pertemuan beberapa kebudayaan. Ini juga menjadi pengaruh pada kuliner sehingga mendapatkan akulturasi budaya. Seperti tahu gejrot. Dimana ada perpaduan antara budaya Cina dan lokal,” jelas Casta, budayawan Cirebon.
Hal serupa juga terjadi pada awal mula kuliner empal gentong tercipta, yang mendapat pengaruh budaya Arab dan India.
Makanan merupakan bagian dari kebudayaan yang tak bisa dipisahkan dari pembentuk kebudayaan itu sendiri. Casta berpendapat, Cirebon memiliki kemampuan untuk membuktikan seberapa kuat dasar kepribadian budaya.
“Cirebon ini memiliki local genius yang kuat, sehingga tidak akan kehilangan ciri khas budayanya meskipun menghadapi akulturasi,” terang Casta.
Casta menyebutkan, kuliner Cirebon terbagi menjadi 2 bagian. Ada yang muncul bersamaan dengan ritus keagamaan seperti pipis dan apem. Ada juga yang lahir dari penyerapan adaptasi terhadap budaya asing.
Sejak lama masyarakat menggunakan makanan sebagai strategi adaptasi untuk mengenal budaya lain. Masyarakat Cirebon diakui sejak dahulu terbiasa hidup dalam keberagaman.
“Makanan itu bagian dari strategi adaptasi masyarakat zaman dulu. Apalagi masyarakat Cirebon yang suka campur-mencampur. Seperti nasi lengko dan docang. Itu bukti kita terbiasa hidup di dalam keberagaman,” tuturnya.
Selain itu, kuliner Cirebon bukan hanya memiliki nilai budaya dan spiritual, melainkan makna kehidupan. Seperti dilarang makan sambil jalan, dilarang makan makanan yang jauh dari pandangan.
“Makanan itu bukan hanya mengenyangkan, tapi juga mengatur perilaku kehidupan. Dari kecil saya diajarkan tidak boleh minum di tengah makan. Dan ternyata secara medis memang tidak baik buat kesehatan,” kata Casta.
Setelah melewati perjalanan sejarah yang panjang, kuliner khas Cirebon perlu dilestarikan agar tetap terjaga. Casta mengatakan, perlu ada payung hukum agar kuliner-kuliner tersebut tidak kehilangan jati diri Cirebonnya.
Kepala Bidang Pariwasata sekaligus plt Kepala Bidang (Kabid) Ekonomi Kreatif Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Cirebon Boyan mengatakan kuliner Cirebon belum memiliki payung hukum. Padahal warisan leluhur itu patut dijaga agar tak diklaim oleh daerah lain.
Boyan menjelaskan, Disbudpar baru menjalankan program pembinaan terhadap pelaku kuliner saja. Sementara pendaftaran Hak Intelektual (HAKI) kuliner belum dilakukan.
“Kita perlu mengundang peneliti dan saksi-saksi, karena membutuhkan proses yang lebih panjang untuk HAKI kuliner,” jelasnya.
DPRD Kabupaten Cirebon dikabarkan telah merencanakan pembentukan peraturan daerah yang akan menjadi payung hukum sektor kebudayaan termasuk kuliner. Dimana didalamnya akan terkandung pemeliharaan kuliner khas Cirebon berstandar.
“Kabarnya anggaran tahun ini akan dibuatkan. Itu menjadi hak inisiatif dewan. Nama perdanya pemajuan kebudayaan. Ada pasal yang mengatur pelestarian dan pengembangan kuliner nantinya,” kata Casta.
Akademisi UI Bunga Bangsa Cirebon tersebut mengapresiasi langkah DPRD. Perda akan menjaga standar kualitas kuliner ketika mengalami eksplorisasi terhadap perkembangan zaman. Sehingga kuliner tidak kehilangan jati diri dari nilai Cirebon.
“Ini penting karena kita sadar dalam makanan tidak hanya soal mengenyangkan dan menyehatkan, tapi ada nilai-nilai spiritual dan kultural. Bahkan menjadi pedoman perilaku masyarakat,” jelasnya.
Meski demikian, belum ada catatan secara mendalam yang membahas secara rinci kuliner khas Cirebon.
“Memang belum ada dokumentasi secara mendalam terkait kuliner khas, bahkan dalam naskah juga tidak ditemukan. Ini yang jadi pr bersama agar bisa meneliti kuliner kita,” pungkasnya.
Selengkapnya →