Judul :
Tahu Gejrot
Kudapan Primadona Karya Pribumi
Teaser :
Tahu kopong dan air gula merah menjadi bahan utama untuk membuat tahu gejrot. Sebagai klasifikasi kudapan ini merupakan primadona yang tak pernah sepi.
Body :
Kudapan lezat khas Cirebon satu ini merupakan potongan tahu yang disiram dengan air gula merah. Disatukan dalam bumbu khas terdiri dari irisan bawang merah, cabai rawit dan garam yang sudah diulek kasar. Bila semua sudah tercampur, barulah tahu gejrot dapat dinikmati.
Biasanya jajanan ini disajikan di atas piring kecil terbuat dari tanah liat yang berwarna merah atau hitam. Tahu gejrot memiliki rasa yang gurih, manis, pedas, dan sedikit asam. Kudapan ini diminati beragam kalangan. Para penjual tahu gejrot mudah ditemukan di Cirebon. Apalagi di wilayah timur.
Berdasarkan data dari Disbudpar Kabupaten Cirebon, kemunculan tahu gejrot tak bisa lepas dari keberadaan pabrik tahu milik keturunan Tionghoa di Desa Jatiseeng, Kecamatan Ciledug.
Sekitar tahun 1919, etnik Tionghoa yang menetap di Cirebon membawa salah satu makanan khasnya yaitu tahu. Berbeda dengan tahu pada umumnya, orang dulu menyebutnya tahu kopong yang digoreng.
Di tahun yang sama, wilayah Jatiseeng banyak berdiri sejumlah pabrik tahu milik keturunan Tiongkok, yang menyedot pekerja lokal. Hal tersebut membuat masyarakat merasa terbantu karena keadaan ekonomi yang tidak stabil.
Diperkirakan tahu gejrot mulai muncul pada tahun 1950. Disaat para pekerja yang merupakan pribumi berinisiatif memadukan tahu kopong dengan bumbu tradisional untuk menambah penghasilan. Seiring waktu, tahu gejrot menjadi kuliner yang sangat digemari.
Ciri khas tahu gejrot terdapat dalam air gula merah yang merupakan kunci utama kuliner ini menjadi primadona berbagai kalangan. Rasa manis, pedas, dan asam dari kuah gula merah sangat pas jika dipadukan dengan gurihnya tahu kopong.
Dahulu masyarakat menjual tahu gejrot dengan menggunakan tampah dan menempatkannya di atas kepala, bahkan ada juga yang memikul sampai menggendongnya berkeliling.
Sementara itu, nama tahu gejrot diambil dari bunyi botol berisi air gula merah saat penyajian. Dimana air gula merah yang dilarutkan disiram menggunakan botol, sehingga berbunyi jrot-jrot. Seiring waktu nama gejrot pun diambil.
Saat ini pedagang tahu gejrot mudah ditemukan bukan hanya di Cirebon, melainkan kota-kota besar seperti Bandung dan Jakarta.
Tahu gejrot biasanya disantap dengan tambahan kerupuk atau gorengan. Untuk harga satu porsi tahu gejrot relatif murah, hanya sekitar Rp 5 ribu sampai Rp 10 ribu. *par
Judul:
Docang
Kuliner Misterius Kesukaan Para Wali
Teaser:
Awalnya docang dibuat untuk meracuni para wali, namun tak disangka mereka justru menyukainya. Bagaimana bisa?
Body:
Kuliner yang satu ini patut masuk ke dalam daftar kuliner yang perlu dicicipi saat berkunjung ke Cirebon. Docang merupakan lontong berkuah yang diracik menggunakan rempah-rempah tradisional khas.
Meski tak sepopuler kuliner lain, kudapan docang masih menjadi incaran menu untuk sarapan.
Perpaduan lontong, daun singkong, dan taoge menjadikan docang berasa gurih dan segar. Apalagi ditambah siraman kuah yang terbuat dari oncom, sehingga membuat docang menjadi kuliner yang menggugah selera.
Selain rasanya yang nikmat, docang juga memiliki unsur historis yang kuat. Dilansir dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Cirebon, docang merupakan makanan kesukaan para walisongo.
Uniknya, kemunculan docang diawali dari ketidaksukaan Pangeran Rengganis dengan keberadaan wali songo. Pangeran Rengganis mencoba berbagai cara agar para walisongo itu bisa berhenti menyebarkan agama Islam di wilayahnya. Saking bencinya, ia berniat membunuh Wali Songo dengan memberikan racun pada mereka.
Peristiwa itu diperkirakan terjadi pada abad ke 15, ketika Wali Songo tengah berkumpul di Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Pangeran Rengganis membuatkan makanan yang sudah ia berikan racun. Tak disangka, bukannya keracunan para wali justru menyukainya.
Sejak saat itu, docang dianggap makanan yang misterius. Namun sekitar abad ke 18 docang dikenalkan kembali oleh masyarakat setempat. Seiring waktu docang dimodifikasi dengan menambahkan rempah tradisional agar mendapatkan cita rasa yang khas.
Saat ini docang telah bervariasi dengan lontong yang diberi parutan kelapa, daun singkong, daun kucai, taoge dan kerupuk kemudian disiram kuah oncom. Sebelum disajikan, docang ditaburi remasan kerupuk ikan yang khas sebagai salah satu penyedap rasa.
Nama docang merupakan singkatan yang diambil dari “godogan kacang” (dage) yang dihaluskan. Namun ada juga yang menyebutkan nama docang diambil dari bahan utama yakni “do” dari bodo atau baceman dage, dan “cang” dari kacang hijau yang sudah direbus menjadi taoge.
Awalnya setiap perayaan muludan pedagang docang memenuhi halaman Keraton Kasepuhan dan Kanoman. Namun saat ini, tak perlu menunggu muludan jika ingin merasakan kelezatan docang, pasalnya pedagang docang ada yang mangkal di setiap sudut Cirebon.
Harga untuk satu porsi docang relatif murah. Cukup merogoh kocek sekitar Rp 12 ribu, satu mangkok docang pun siap disantap. Biasanya docang nikmat dimakan saat masih hangat, dan ditemani teh tawar hangat bersama sepiring kerupuk. *par