Judul :
Sega Jamblang
Berawal Iba untuk Sarapan Buruh
Teaser :
Penggunaan daun jati pada nasi jamblang diakui mampu membuat nasi bisa awet dan tahan lama.
Body
Belum sempurna rasanya saat berkunjung ke Cirebon, tak menyantap makanan paling familier satu ini. Nasi jamblang atau sega jamblang adalah makanan khas yang wajib dicicipi. Hampir seluruh wilayah di Cirebon, tersedia para penjual nasi jamblang.
Melansir Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Cirebon, kemunculan nasi jamblang berawal dari pembangunan pabrik gula dan pabrik spirtus di Cirebon zaman kolonial Belanda pada 1847 silam.
Pembangunan pabrik melibatkan pada pekerja lokal di sekitar Palimanan dan Plumbon. Juga para pekerja dari Kabupaten Kuningan seperti Cidahu, Cimara, Cinaru dan Lengkong.
Sebagian pekerja yang berasal dari luar Cirebon harus berangkat pagi buta sehingga tidak sempat untuk menyiapkan sarapan. Apa lagi saat itu belum ada penjual makanan. Hal itu mengakibatkan banyak pekerja yang kesulitan mencari makan.
Iba dengan kondisi tersebut, seorang pengusaha pribumi bernama H Abdul Latif atau lebih dikenal Mbah Pulung, berniat menyedekahkan beberapa bungkus nasi untuk para pekerja. Ia pun meminta istrinya Tan Piauw Lung atau Nyonya Pulung untuk menyediakan nasi untuk para buruh pabrik.
Sontak kabar tersebut terdengar oleh pekerja lain. Namun, di zaman itu, menerima nasi bukanlah hal lazim, bahkan dianggap pamali. Para pekerja memutuskan membeli dengan memberi uang seadanya kepada Mbah Pulung untuk mengganti apa yang mereka makan.
Peristiwa itulah yang menjadi cikal bakal kemunculan warung nasi jamblang. Nama ‘jamblang sendiri diambil dari salah satu nama daerah di Kabupaten Cirebon, yang menjadi tempat pertama kali kuliner itu muncul.
Bagian khas pada nasi jamblang terletak pada bungkusnya yang memakai daun pohon jati. Mbah Pulung yang menjadi pencetus kuliner tersebut meyakini dengan dibungkus daun jati membuat nasi lebih awet dan mengeluarkan aroma khas. Selain itu, daun jati memiliki serat yang lebih kuat dibandingkan kertas sehingga tidak mudah sobek.
Saat ini nasi jamblang dapat disajikan dengan tambahan lauk tahu sayur, sate kentang, telur dadar, perkedel, tahu goreng, tempe goreng, dan sambal. Para pengunjung bisa memilih lauk sesuai selera. Setiap porsi nasi jamblang saat ini dibanderol mulai belasan hingga puluhan ribu rupiah. *Par
Judul:
Empal Gentong
Akulturasi Budaya Hasilkan Kuliner Melegenda
Teaser:
Perpaduan sejumlah budaya yang singgah di Cirebon menjadi titik awal munculnya olahan daging berkuah kuning.
Body
Mencicipi makanan khas Cirebon tak lengkap bila belum menyantap empal gentong. Olahan daging khas Cirebon yang mirip dengan gulai ini menjadi menu wajib bagi pecinta kuliner Cirebon.
Empal gentong memiliki khas kuahnya berwarna kuning yang berisi potongan daging sapi dilengkapi jeroan seperti usus, babat bahkan kikil. Empal gentong dimasak selama 4 jam lebih di dalam gentong besar yang terbuat dari tanah liat.
Melansir dari Dinas Kebudayaan dan Pariwasata (Disbudpar) Kabupaten Cirebon, empal gentong merupakan kuliner legendaris yang menjadi salah satu icon Cirebon. Olahan daging berkuah ini dikabarkan berasal dari Desa Battembat, Kecamatan Tengahtani, Kabupaten Cirebon.
Perjalanannya diawali dari kreativitas masyarakat setempat yang memanfaatkan gentong untuk memasak empal. Dahulu masyarakat memasak menggunakan pohon asam untuk dijadikan kayu bakar. Mereka meyakini hal itu akan memberi aroma yang khas pada masakan.
Sejarah mencatat empal gentong diperkirakan telah ada sejak abad 15 masehi. Kuliner ini merupakan produk akulturasi sejumlah budaya yang singgah di Cirebon pada waktu itu. Dahulu Cirebon merupakan tempat persinggahan sejumlah bangsa dan budaya.
Banyak pedagang asing yang datang dan singgah di Cirebon dengan membawa budaya mereka. Terlihat dari ciri makanannya, empal gentong memiliki kuah seperti gulai yang merupakan makanan khas Arab dan India. Sedangkan bumbunya berasal dari perpaduan budaya Cina dan Jawa.
Pada masa awal empal gentong memakai daging kerbau sebagai olahan dagingnya. Hal itu untuk menghormati para penganut agama Hindu. Bagi pemeluk agama Hindu, sapi merupakan hewan yang disucikan. Dengan kata lain, orang terdahulu juga menggunakan kuliner dalam proses penyebaran agama Islam.
Nama empal gentong pun diambil dari alat masak yang digunakan yakni gentong atau periuk terbuat dari tanah liat. Kuliner yang satu ini banyak ditemukan di Desa Battembat, Kecamatan Tengahtani.
Saat ini empal gentong tersedia lebih bervariasi. Dalam penyajiannya empal gentong biasanya ditaburi bawang goreng dan daun kucai. Lalu ditambah sambal berupa cabai kering giling. Sambal ini dikenal sangat pedas karena mengandung saripati cabai merah kering yang ditumbuk.
Empal gentong dapat disajikan bersama nasi atau lontong. Untuk satu porsi empal gentong dibanderol hanya Rp 23 hingga Rp 25 ribu. *Par