Compang-Camping Rawat Arsip
Belum hilang dari ingatan, kasus kebakaran sekolah sempat menimpa SD Negeri 1 dan 2 Waleddesa pada 2021 silam. Akibat kejadin tersebut, sejumlah ruang kelas dan bangunan pun ludes menyisakan puing-puing.
Tak hanya bangunan yang hancur dilahap si jago merah, sejumlah arsip dan data penting milik sekolah pun hangus terbakar. Dilaporkan, ratusan arsip terdiri dari: ijazah, akta, bukti, rapor, dan dokumen penting lainnya yang tersimpan selama puluhan tahun lenyap.
Peristiwa tersebut pun mengguggah keprihatinan Dinas Kearsipan dan Perpustakaan (Disarpus) Kabupaten Cirebon. Kepala Disarpus Kabupaten Cirebon Abdullah Subandi mengatakan, arsip fisik, sangat mudah rusak atau hilang jika terjadi bencana tak terduga.
Menurutnya, hal tersebut disebabkan pengelolaan arsip di Kabupaten Cirebon yang belum dianggap penting. Kebakaran di SD Negeri Waled, merupakan preseden buruk sekaligus evaluasi betapa pentingnya merawat arsip tidak hanya berbasis fisik. Subandi menilai, arsip masih dipandang sebelah mata.
“Pengelolaan arsip masih dipandang hal tak penting. Saya pernah berkunjung ke salah satu kecamatan, dan menemukan tumpukan dokumen tersimpan di dalam WC bekas yang dijadikan sebagai gudang. Ini sangat memprihatinkan,” ujar Subandi.
Padahal berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, pemerintah wajib merawat dan mengelola arsip dengan baik. Hal itu karena peran arsip yang merupakan identitas negara dan sebagai akuntabilitas publik.
“Dalam undang-undang mewajibkan pemerintah untuk mempunyai dan merawat arsip, jika tidak maka akan dikenakan sanksi berupa hukum pidana,” jelasnya.
Kewajiban yang terkadung di dalam undang-undang tersebut telah diadaptasikan oleh Disarpus dengan menyediakan Sistem Kearsipan Daerah (SKD). Namun, sampai saat ini tak lebih dari setengah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang terdaftar ke dalam sistem tersebut.
Subandi menyebutkan, dari total 33 OPD, hanya belasan yang sudah mendaftar. Selebihnya belum terdaftar dan tengah disosialisaikan.
Bahkan sebagian OPD menganggap arsip hanya formalitas. Padahal landasan yuridis sudah menegaskan arsip sebagai identitas dan jati diri bangsa. Pengelolaan arsip tidak hanya dalam lingkup pemerintahan saja, tapi juga bagi perusahaan dan organisasi politik.
“Bukan hanya pemerintah, tapi juga lembaga pendidikan, kesehatan, sosial politik seperti KPU, BUMD, perbankan dan juga perseorangan itu wajib punya arsip,” ungkap Subandi.
Setidaknya ada beberapa jenis arsip yang perlu diketahui pemerintah daerah: arsip aktif, arsip inaktif, arsip vital, dan arsip statis.
Selain itu terdapat beberapa arsip yang memiliki dimensi waktu dan masuk ke dalam Jadwal Retensi Arsip (JRA). JRA merupakan daftar jangka waktu penyimpanan arsip hingga berkaitan kapan arsip boleh dimusnahkan.
“Ada arsip yang harus dimusnahkan dalam jangka waktu tertentu, biasanya arsip dengan jenis aktif atau inaktif,” ungkapnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 Pasal 25, arsip yang dimusnahkan memiliki dimensi waktu 10 tahun. Pemusnahan juga berdasarkan rekomendasi dari Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).
Selama ini, Disarpus memiliki 4 depo yang merupakan tempat penyimpanan arsip berbentuk fisik berupa dokumen, seperti sertifikat, dan surat keputusan. Dokumen tersebut meliputi arsip dinamis dan statis.
Depo tersebut belum ditata ulang pasca terjadi pandemi. Bahkan masih banyak depo yang kosong, hal itu disebabkan ada beberapa OPD yang belum mengirim arsip yang seharusnya disimpan di Disarpus.
“Saya juga tidak mengerti kenapa, padahal sudah dijelaskan pada undang-undang. Soalnya, kalau ada pemeriksaan dari pusat pasti larinya ke dinas kearsipan,” keluh Subandi.
Selama ini Disarpus sudah melakukan pembinaan ke setiap ODP atau perusahaan, agar lebih tertib dalam mengelola arsip. Namun, tak jarang pimpinan perusahaan atau instansi mangkir tak dapat ditemui.
“Kadang kalau kami sosialisasi ke pimpinan perusahaan tidak ada. Padahal sebelumnya sudah kami surati. Tak heran Disarpus dicap sebagai dinas buangan,”
Dia menyadari, banyak Pekerjaan Rumah (PR) yang perlu diselesaikan segera. Ia bertekad agar 33 OPD bisa segera mendaftarkan diri dalam SKD. Sehingga pengawasan pengelolaan arsip bisa lebih mudah.
“Kita memiliki 33 OPD, 40 kecamatan, 424 desa dan kelurahan. Dari jumlah tersebut arsipnya masih belum terkelola denga baik,” pungkasnya. *par
Selengkapnya →