Komisi II DPRD Kabupaten Cirebon menilai, pendapatan asli daerah (PAD) yang berasal dari sektor Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) masih sangat minim. Padahal potensi BUMD sebagai lumbung pendapatan daerah sangat besar.
“Ini yang kami lihat, jika BUMD belum digarap secara optimal untuk menghasilkan PAD yang maksimal,” ujar Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Cirebon Raden Hasan Basori, saat mengisi talkshow di RCTV.
Oleh karenanya, Komisi II berkomitmen untuk mendorong peningkatan PAD dari BUMD. Sejauh ini BUMD yang sudah berjalan antara lain sektor perbankan dan perusahaan daerah air minum (PDAM).
Hasan menilai Pemerintah Kabupaten Cirebon belum mendukung penuh permodalan BUMD. Dukungan berupa modal usaha untuk Bank Kabupaten Cirebon (BKC), Bank Jabar Cirebon (BJC) dan PDAM Tirtajati tak sepenuhnya direalisasikan sesuai aturan.
“Dalam Perbup itu, Bank BKC sebagaimana beberapa data yang saya baca seharusnya diberi penyertaan modal Rp 50 miliar, tapi pemerintah baru memberikan Rp 30 miliar. Jadi akses permodalan ini jadi penyebab juga,” jelasnya.
Bila melihat segmen pasar, kata Hasan, Kabupaten Cirebon dengan jumlah penduduk 2,3 juta, tentu sangat potensial. Andai saja 60 persen total penduduk misalnya didorong untuk mengakses BKC atau BJC, maka pendapatan akan meningkat. Dan itu yang seharusnya menjadi komitmen bersama antara pemerintah daerah dan DPRD. Agar potensi perbankan bisa optimalkan.
Di sisi lain, BKC, BJC harus berani menawarkan akses permodalan atau partnership kepada pelaku usaha kecil dan masyarakat. “Sehingga BKC dan BCJ bisa bersaing dengan bank swasta atau bank lainnya,” kata dia.
Sementara BUMD PDAM, juga tak kalah potensial sebagai sektor pendapatan daerah. Terlebih dengan kehadiran program Sustainable Development Goals (SDGs) yang mengharuskan masyarakat mengakses air bersih.
Meski demikian, politisi PKB itu melihat, kondisi PDAM saat ini memprihatinkan. Infrastruktur PDAM masih aset lama, sehingga sering kali terjadi kebocoran.
“Kita punya kapasitas air yang cukup tetapi infrastruktur belum menjadi fokus pemerintah daerah. Bagaimanapun juga masyarakat harus terlayani air bersihnya, kualitas airnya sama continuitas airnya,” jelas Hasan.
Pemerintah Kabupaten Cirebon perlu berinovasi agar PDAM yang merupakan Public Services berbentuk badan bisnis, dikelola secara profesional.
“Kita berharap begitu, walaupun sifatnya pelayanan publik, tetapi ini adalah bisnis yang dikelola profesional. Jadi pemda tetap mendapatkan profit,” terangnya.
Hasan menjelaskan, kebutuhan air di Kabupaten Cirebon tergolong tinggi. Terlebih bila kawasan industri Cirebon timur berjalan, tentu kebutuhannya sangat besar. Di satu sisi, tantangannya juga besar kalau sampai pemerintah daerah stagnan dalam mengelola air bersih, maka dipastikan perusahaan swasta air bisa masuk dan akhirnya PDAM akan terpuruk.
Dalam kacamata bisnis, diperlukan manajerial yang dilakukan oleh internal perusahaan agar layanan PDAM bisa optimal. Selain itu, akses permodalan juga sangat berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan. “Perusahaan dalam hal ini BUMD harus memiliki strategi bisnis seperti sistem layanan berbasis digital,” jelas Hasan.
Komisi II DPRD Kabupaten Cirebon pernah mengunjungi BUMD Kulon Progo, dimana seluruh gaji ASN dibayarkan melalui bank pemerintah daerah. Bahkan penyaluran dana desa juga menggunakan bank daerah.
“Dan tentu mereka punya profit dan permodalan yang kuat juga aset yang besar sehingga bisa memutar dana tersebut,” ungkapnya.
Oleh karenanya, Komisi II menargetkan, di akhir tahun 2023, skema bisnis untuk mendukung pembiayaan dan permodalan BUMD bisa terealisasi sehingga akan mulai dijalankan pada 2024 mendatang. “Dan kita harap warga Kabupaten Cirebon bisa melirik bank milik darah. Kita punya BKC, yang Insyaallah pelayanannya akan lebih baik,” katanya. *soy