Pagi itu, Kamsi masih terlelap di becak miliknya. Berteduh di bawah pohon mahoni. Bukan tanpa sebab, pria berusia 63 tahun tersebut masih tertidur. Ia terbiasa beristirahat menjelang pagi di lokasi tersebut.
Meski matahari sudah meninggi, Kamsi belum juga beranjak. Sesekali ia melamun sambil menyalakan rokok tembakaunya. Sambil berharap ada penumpang yang datang.
Melakoni profesi tukang becak di tengah persaingan transportasi modern, tentu tidaklah mudah. Fisiknya yang menua, Kamsi paksakan demi sepiring nasi.
“Kalau diam tentu gak bisa makan. Kalau ada yang nyewa makan, kalau nggak ya ditahan dulu," ucapnya lirih.
Bagi Kamsi, becak satu-satunya teman, harta sekaligus rumah. Di usianya yang semakin senja, ia hanya berharap terus diberikan kesehatan agar tetap bisa bekerja.