Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan mengatur, penyelenggaraan kearsipan menjadi tanggung jawab lembaga kearsipan kabupaten/kota. Secara eksplisit, lembaga kearsipan harus memastikan seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) bertanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan kearsipan.
Namun jauh panggang dari api, Disarpus Kabupaten Cirebon melaporkan, belum semua SKPD Kabupaten Cirebon telah menyerahkan arsip melalui Disarpus. Bahkan tak sedikit, yang justru hanya menyimpan arsip di gudang bekas.
Hal itu pun mendapat perhatian Budayawan Cirebon Raden Chaidir Susilaningrat. Ia menilai, bila keberadaan Disarpus Kabupaten Cirebon belum terlalu eksis. Bahkan masyarakat Cirebon dipastikan tidak mengetahui apa programnya.
“Ini jangankan masyarakat, boleh jadi organisasi perangkat daerah (OPD) pun tidak tahu programnya selama ini apa,” ujarnya.
Padahal, keberadaan arsip merupakan salah satu indikator kemajuan daerah. Chaidir mengungkapkan, pengalamannya turut terlibat dalam menyusun sejarah Pemerintah Kabupaten Cirebon hingga 4 jilid, di mana data diperoleh dari arsip yang ada di provinsi dan nasional.
Berkat penelitian itu, perjalanan panjang Pemerintahan Kabupaten Cirebon era dahulu pun, terungkap dan terdokumentasi.
“Kita bisa mengetahui bupati-bupati sejak zaman Belanda itu siapa saja karena arsip. Apa saja yang mereka lakukan, dan pembangunan apa saja yang mereka berhasil diwujudkan. Bila melihat dari awal mula pemerintahan, Kabupaten Cirebon berusia cukup lama sekitar 200 tahun atau sejak 1800 Masehi. Makanya sangat ironi kalau arsip itu tidak dikelola baik,” jelas Chaidir.
Namun demikian, Chadir menuturkan, tugas dan fungsi Disarpus bukan hanya tentang menyimpan arsip, melainkan, harus mampu memberikan edukasi kepada seluruh elemen. Secara tidak langsung, belum tertibnya pengelolaan arsip di OPD, juga dipengaruhi ketidak tahuan mereka terhadap tugas dan fungsi Disarpus.
“Saya tidak menyalahkan dinas, tetapi muaranya kepada segenap stakeholder pemangku kebijakan. Dalam hal ini Bupati dan DPRD sejauh mana membuat regulasi tentang pentingnya arsip,” jelasnya.
Pria yang juga ketua komunitas budaya Kendi Pertula itu menganggap, Disarpus semestinya intens menyosialisasikan dan mengedukasi dengan berinovasi agar masyarakat menjadi tahu dan menjadi senang dengan urusan kearsipan.
Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Cirebon Sofwan ST menerangkan, kewajiban pengelolaan arsip sudah diatur melalui regulasi. Sehingga sudah keharusan jika arsip semestinya disimpan dan dirawat.
“Dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 sudah sangat jelas. Semua dinas, dan organisasi memang wajib menyimpan arsip. Dan itu harus dilaksanakan,” terang Sofwan.
Dia menegaskan, Disarpus memiliki tugas untuk mengumpulkan dan merawat arsip seluruh lembaga, baik itu pemerintahan, pendidikan, kesehatan, bahkan perorangan.
Politisi fraksi Gerindra itu mengakui, masih banyak arsip-arsip di SKPD yang belum terkumpul, sehingga diperlukan kesadarans.
”Memang kendalanya masih banyak arsip di SKPD, meskipun itu menjadi PR Disarpus, tapi SKPD juga perlu memiliki kesadaran menyerahkan arsip ke Disarpus,” ungkap Sofwan.
Ia pun menyayangkan, tumpukan arsip di salah satu kantor kecamatan yang disimpan di gudang bekas. Bila tidak segera diserahkan ke lembaga arsip, semua dokumen resisten hilang. Arsip yang merupakan dokumen negara, kata Sofwan, sudah seharusnya ditata dan mendapatkan perawatan khusus. Terutama arsip fisik yang berisiko hilang dan rusak.
“Ketika arsip belum digitalisasi sangat rawan hilang. Salah satu faktornya jika ada peristiwa tak terduga seperti bencana banjir atau kebakaran. Kalau sudah hilng, butuh waktu lama untuk mengembalikannya,” ujarnya.
Sofwan menyarankan, agar kepala daerah turun tangan menginisasi regulasi untuk meminta seluruh SKPD maupun lembaga swasta menjaga dan merawat arsip.
“Sebenarnya, dinas kearsipan itu sejajar dengan SKPD lain. Maka harus ada kebijakan dan upaya dari bupati yang bersifat instruktif menertibkan administrasi kearsipan,” jelasnya.
Kebijakan tersebut, akan menjadi landasan hukum yang kuat sebagai turunan Undang-Undang Nomor 43 tahun 2009.
Sofwan juga menghimbau, agar seluruh OPD mulai mengalihkan arsip fisik ke sistem digital. Digitalisasi kearsipan bukan lagi hanya solusi, tapi sudah wajib direalisasikan.
“Kita naikkan level administrasi ke digital. Sehingga kami di Komisi I, juga akan mudah mengawasi kearsipan,” tegas Sofwan.
Oleh karenanya, sebelum melangkah ke sistem digitalisasi, Disarpus perlu menyiapkan SDM yang memahami teknologi dan informatika. Seiring berkembangnya zaman, menuntut semua orang untuk terus mengimbanginya, tak terkecuali lembaga pemerintahan.
“Kalau mau serius, langkah nyata Disarpus kita tunggu untuk segera lakukan digitalisasi kearsipan. Dan itu harus dibarengi dengan regulasi turunan,” tandasnya. *Par