Kepala Disarpus Kabupaten Cirebon Abdullah Subandi menargetkan di tahun 2024, seluruh arsip organisasi perangkat daerah (OPD) akan diserahkan Disarpus. Oleh karenanya, Disarpus akan intens melakukan pembinaan kepada OPD berkaitan kearsipan.
Sosialisasi tersebut dimulai pada Agustus 2023. Subandi berharap, seluruh SKPD dan lembaga swasta mulai terbangun kesadaran untuk mengelola arsip.
“Setiap Selasa dan Kamis, kami turun menyosialisasikan. Kemarin sudah kita lakukan di RS Waled, karena mendapat laporan kesulitan mencari data pasien asuransi,” jelasnya.
Sosialisasi tersebut, juga merupakan bentuk upaya Disarpus memaksimalkan OPD yang belum menyerahkan salinan arsip. Subandi berkomitmen, program pembinaan akan terus berjalan hingga seluruh arsip OPD terinput ke dalam Sistem Kearsipan Daerah (SKD). Sehingga cita-cita digitalisasi arsio bisa terwujud.
Selain itu, Disarpus akan memastikan digitalisasi kearsipan dan perpustakaan. Subandi berencana membuat e-book berisi buku dan arsip.
“Memang di google play sudah ada e-book, tapi kita akan sediakan menunya seputar Cirebon, dari pemerintahan, budaya, kuliner hingga sejarahnya,” ungkap Subandi.
Hal itu juga merupakan bentuk upaya Disarpus mendorong peningkatan minat baca tanpa harus datang langsung ke perpustakaan.
“Jadi menumbuhkan minat baca dari kecil juga perlu, jangan hanya dibiarkan sembarang main gawai saja. Dan tugas kami adalah memfasilitasi sarananya,” terang Subandi.
Sementara mengenai digitalisasi kearsipan, Disarpus masih menunggu pemerintah pusat meluncurkan Sistem Informasi Kearsipan Dinamis Terintegrasi (Srikandi). “Kalau aplikasi memang akan terintegrasi dengan pemerintah pusat di tahun 2024 mendatang. Jadi kita tidak perlu membuat aplikasi lagi,” kata Subandi.
Namun sebelum memakai aplikasi tersebut, seluruh arsip harus terinput ke dalam SKD. Sementara untuk digitalisasi internal, Subandi berencana akan membentuk mal arsip yang dilengkapi dengan sistem barcode.
“Rencananya di 5 tahun nanti, kami ingin membuat gudang arsip atau depo arsip seperti mal. Depo tersebut akan menata arsip setiap lembaga dan SKPD. Proses aksesnya menggunakan barcode,” ungkap Subandi.
Untuk mengantisipasi kehilangan arsip, Disarpus juga bekerjasama dengan BSSN (badan siber dan sandi nasional). Sehingga bila arsip hilang, bisa dicetak ulang fisiknya.
Di sisi lain, Disarpus terus menyosialisasikan kepada seluruh masyarakat yang memiliki arsip maupun naskah kuno untuk diserahkan .
"Jadi naskah kuno itu kan kalau di UU Nomor 43 tahun 2007 cetak, tulisan dan sebagainya yang usianya minimal 50 tahun dan manfaat berguna bagi nusa dan bangsa serta masyarakat. Ngga harus tulisan sih, salah satu nya bisa saja resep-resepan masakan yang kuno jaman dulu yang 50 tahun usianya terus yang pakai bahasa apa, itu bisa dialihmediakan," jelasnya.
Sebagaimana hasil diskusi dengan budayawan, sejarahwan dan pegiat literasi ternyata naskah kuno di Kabupaten Cirebon cukup banyak. Namun masih tersimpan perorangan. Mengingat pada zaman dahulu, ternyata para pejabat keraton Cirebon banyak yang keluar dan bermukim di Kabupaten Cirebon.
"Ini tahun pertama sebagai langkah awal nantinya secara bertahap akan ditindak lanjuti dengan pendataan, pemetaan bersama budayawan, sejarahawan, pegiat literasi dan mahasiswa," ujar Subandi.
Subandi berharap, masyarakat mulai teredukasi mengenai naskah kuno maupun arsip yang harus dilestarikan dan diperhatikan dengan baik. Mengingat selama ini terkadang masyarakat enggan untuk menyerahkan kepada negara.
Menanggapi itu, Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Cirebon Sofwan mendukung langkah Disarpus. Sofwan mengatakan, pengelolaan kearsipan membutuhkan waktu yang panjang.
Namun ia menghimbau, digitalisasi kearsipan maupun perpustakaan, bukan berarti menghilangkan arsip fisik. Arsip fisik akan tetap dibutuhkan untuk beberapa hal.
“Adanya digitalisasi bukan berarti arsip fisik tidak perlu, tapi akan tetap perlu untuk beberapa kebutuhan seperti riset dan bukti,” jelas Sofwan.
Oleh karenanya, rencana pendirian mal arsip, maupun digitalisasi buku, harus didukung dengan kebijakan kepala daerah.
“Jangan sampai Disarpus hanya berjalan sendirian, dan tidak didukung bupati,” kata Sofwan.
Seperti diketahui, berdasarkan rapat Badan Anggaran (Banggar), Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) tahun anggaran 2024, Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Daerag mendapatkan total pagu anggaran senilai Rp 2,7 miliar atau Rp 2.799.937.455.00: terdiri dari urusan perpustakaan Rp 522.173.300, urusan kearsipan Rp 717.986.200 dan non urusan Rp 1.559.777.950.
Sementara prioritas program, Disarpus akan melaksanakan digital arsip untuk pengadaan alat scaner over head beserta komputer dan pendukung lainnya sebagai penunjang digitalisasi arsip. Selain itu, terdapat program literasi generasi milenial untuk menunjang layanan perpustakaan daerah semakin diminati.
Anggota Banggar DPRD Kabupaten Raden Hasan Basori mendukung penuh upaya Disarpus menargetkan digitalisasi arsip maupun program peningkatan perpustakaan. Menurut politisi PKB itu, Disarpus harus segera berbenah agar keberadaanya bisa eksis dan benar-benar terasa.
“Belum lama, Disarpus rapat dengan Banggar, saya pun mendengar keluhan dan harapan mereka di mana masih banyak OPD maupun lembaga swasta belum tertib administrasi. Mereka pun bakal intens sosialisasikan. Pada intinya kami sangat dukung langkah nyata itu melalui afirmasi kebutuhan anggaran,” ujar Hasan.
Meski demikian, Hasan mengingatkan, agar Disarpus dapat memastikan program di tahun mendatang terukur dan menjawab persoalan kondisi arsip dan perpustakaan saat ini. Selain itu, peningkatan minat baca juga harus menjadi pekerjaan rumah bagi Disarpus.
“Kalau kita lihat, Kota Cirebon saja sudah punya program digitalisasi arsip, kita gak boleh kalah. Dan itu yang harus dipikirkan, bagaimana Disarpus juga bisa berinovasi. Juga bagaimana agar perpustakaan dan kantor arsip diminati pengunjung,” jelas Hasan. *Par