Fokus 3 edisi Maret 2023

Sofwan ST: - Perlunya Kompetensi Pengurus Bumdes

Ilustrasi Sofwan ST: - Perlunya Kompetensi Pengurus Bumdes

Lima belas tahun yang lalu, payung hukum tentang pembentukan dan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) diketuk Bupati Cirebon Dedi Supardi.

“Dalam rangka meningkatkan dan menumbuhkembangkan kegiatan perekonomian masyarakat perdesaan, maka dipandang perlu untuk mendorong pembentukan Bumdes,” begitu bunyi pertimbangan Perbup yang diteken 28 September 2007 itu.

Dua tahun setelahnya, giliran DPRD menelurkan payung hukum untuk Bumdes melalui Perda Nomor 10 Tahun 2009 tentang Pedoman Pembentukan Bumdes.

Pertimbangan di atas jelas menggambarkan situasi kala itu. Pusat-pusat perekonomian harus mulai dibangun di desa-desa.

Belasan tahun berlalu, setelah Perbup maupun Perda ditandatangai, tampaknya hanya beberapa Bumdes yang sukses. Lebih banyak yang tak beres.

“Masih banyak Bumdes kita yang layu sebelum berkembang,” ujar Anggota DPRD Kabupaten Cirebon Hasan Basori.

Tak pelak, DPRD Kabupaten Cirebon pun menginisiasi revisi Perda Bumdes yang telah disahkan pada 2022 silam.

Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Cirebon H Sofwan ST mengatakan, sejauh ini alasan Bumdes banyak yang tidak aktif disebabkan karena pemerintah desa tak memilih pengurus Bumdes berkompeten. Padahal Bumdes harus dikelola oleh orang-orang yang memiliki kreativitas dan tanggung jawab tinggi.

Walhasil dari total Bumdes yang berdiri, kata Sofwan, terhitung jari Bumdes aktif dan berhasil memperoleh profit. Sebagian masih bingung untuk menentukan unit usaha yang akan dilakukan, bahkan masih kesulitan mengurusi legalitasnya.

“Makanya di dalam Perda terbaru itu telah terkandung pasal yang membahas tentang kriteria calon pengurus Bumdes. Kami di komisi I selalu menghimbau agar desa-desa kalau itu Bumdes harus dikelola orang-orang yang tepat,” ujar Sofwan.

Sofwan berpendapat, agar Bumdes bisa berkembang setidaknya harus mampu melihat potensi dan kemampuan melakukan kerja sama. “Misalkan kalau desa memiliki sumber daya alam yang memadai untuk dijadikan objek wisata, maka pengurus Bumdes bisa bekerjasama dengan dinas pariwisata maupun pihak ketiga untuk membantu mengelolanya,” tambahnya.

Sofwan berharap, Bumdes di Kabupaten Cirebon bisa terus berkembang, berpikir kreatif dan inovatif. Alasannya, Bumdes dapat menjadi lokomotif desa agar lebih mandiri.

“Sebenarnya setiap tahun harapan kami dari Komisi I tetap sama, Bumdes di Cirebon bisa semakin berkembang, kreatif, sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat di desa,” tandasnya.

Senada itu, Tenaga Ahli (TA) Bumdes sekaligus Pendamping Desa Muhdis Samsul Rifai menerangkan, kualitas SDM menjadi faktor penghambat ketidakaktifan Bumdes. Oleh karenanya, ia menyarankan desa mengadakan pelatihan khusus calon pengurus Bumdes.

“Desa sangat bisa untuk melakukan pelatihan secara mandiri melalui anggaran dana desa,” terangnya.

Sejauh ini, Muhdis melaporkan, meski hampir seluruh desa telah memiliki Bumdes, hanya beberapa yang dinilai aktif dan produktif. Selebihnya bahkan masih bingung menentukan unit usaha program.

“Definisi aktif itu kan ditentukan oleh Kemendes, sejauh ini dari 412 desa sekitar 200 lebih yang dianggap aktif,” tuturnya.

Selain itu, baru sekitar 45 Bumdes yang telah miliki legalitas hukum. Sebagian telah mendaftar namun belum direspon. Meski demikian, Muhdis megklaim telah melakukan sosialisasi ke desa untuk membantu penanganan legalitas bumdes.

“Kalau kami sudah lakukan sosialisasi secara langsung. Karena bagaimanapun legalitas hukum itu penting. Apalagi sekarang bisa daftar secara online melalui website gabungan Kemendes dan Kemenkumham,” jelas Muhdis.

Sementara mengenai Bumdes Bersama (Bumdesma) kondisinya lebih sedikit. Baru satu yang telah terbentuk. Sepuluh desa tersebut tergabung dalam Bumdes Bangkit Bersama Cirebon meliputi: Desa Kamarang, Durajaya, Sindangkempeng, Gumulung Tonggoh, Gumulung Lebak, Panambangan, Karangwuni, Asem, Babakan, dan Bojong Wetan.

Selebihnya dari 22 UPK di Kabupaten Cirebon, baru empat yang bersedia akan bertransformasi menjadi Bumdesma yakni Kecamatan Gegesik, Klangenan, Gempol dan Talun.

Namun Muhdis optimistis, setelah disahkannya Perda Bumdes, akan berdampak Bumdes lebih terarah dan terukur. Namun hal itu tetap perlu ada ketegasan dan sinergitas dari pemerintah daerah.

“Menurut saya harus ada power dari pemerintah kabupaten yang kuat memberikan instruksi. Sekarang regulasi kan sudah lengkap, jadi aturannya memang harus memaksa agar desa mau bertransformasi,” tegasnya.

Faktor lain yang mengakibatkan Bumdes menjadi tidak aktif bahkan sulit dibentuk,  juga karena mindset dan berbedanya visi misi.

“Terkadang ada kuwu yang orientasinya hanya ekonomi, dan infrastruktur saja. Kami dari pendamping mengadvokasi pola pikir terutama kuwu dan BPD, bahwa Bumdes ini harapan satu-satunya pengembangan ekonomi dan sumber pendapatan PADes,” jelas Muhdis.

Muhdis juga menambahkan, dia berharap setelah Perda keluar pemerintah daerah harus secepatnya membuat Peraturan Bupati (Perbup).

“Tapi menurut kami PR untuk pemerintah setelah keluar Perda, harus ada Perbup yang harus segera diselesaikan,” tambahnya.

Kabid Administrasi Pemerintahan Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Cirebon Aditya Arif Maulana mengamini belum semua Bumdes terbentuk dikatakan aktif.

Meski demikian, Arif mengaku, hampir setiap tahun DPMD mengadakan pelatihan pengembangan Bumdes. Di tahun 2022, DPMD memfasilitasi dua kali pelatihan bagi Bumdes yang memiliki usaha di sektor wisata. Sementara untuk tahun 2023, DPMD juga merencanakan pelatihan pengembangan SDM bagi pengurus Bumdes.

 “Kita ingin SDM pengurus Bumdes bisa berkualitas. Kami sangat mengapresiasi kehadiran perda. Semoga perbup sebagai teknis turunannya bisa segera menyusul agar bumdes kedepan akan berkembang lebih baik,” katanya. *Par




Pencarian
Edisi Terbaru 2024
Agustus 2024
Cover edisi Agustus 2024
Juli 2024
Cover edisi Juli 2024
Juni 2024
Cover edisi Juni 2024