Muhammad Assegaf - Bawa Onthel, Demi Tingkatkan Minat Baca
Di tengah terik panasnya matahari Desa Tegalgubug, Kecamatan Arjawinangun, Kabupaten Cirebon, sesosok pemuda mengayun sepeda onthel. Assegaf menaiki onthel yang dibuat khusus untuk menawarkan buku bacaan bagi anak-anak.
Pemilik nama lengkap Muhammad Assegaf ini, hampir di seluruh hidupnya telah didedikasikan untuk berkeliling dari satu desa ke desa lain menggunakan onthel. Membuka lapak bacaan buku gratis, yang ia namakan Pustaka Literasi Pelajar.
Sebelum berangkat, ia menata buku-bukunya terlebih dahulu di dalam kotak yang sudah terpasang di onthelnya. Ada banyak ragam genre buku, dari mulai cerita-cerita anak hingga panduan memasak. Itu dia lakukan hampir setiap pagi.
"Saat ini, buku yang ada di lapak saya sudah mencapai 300 eksemplar, dengan berat sekitar 1 kwintal," kata pria 25 tahun itu.
Perjalanannya dalam mengarungi dunia literasi tak selalu mulus. Sepanjang proses itu ia telah bergulat dan bergelut yang terkadang lucu, namun lebih sering tidak. Persoalan dan hambatan kerap datang. Bahkan, saat pertama kali ia melapak buku kendala yang dihadapi justru roda ban sepeda onthelnya lepas, buku-bukunya pun jatuh berserakan di tengah jalan.
“Saya juga sempat diremehkan masyarakat terlebih dahulu,” kenangnya menceritakan.
Tetapi hal tersebut tak membuatnya patah arang. Ia tetap mendorong sepeda onthelnya meski dengan peluh membanjiri tubuhnya.
Bahkan tak sedikit orang menilai bahwa perjuangannya dalam melapak buku sebagai sesuatu yang mulia. Karena menganggap gerakan tersebut telah lenyap dan sudah amat jarang sekali pemuda yang masih memiliki kepedulian terhadap perubahan generasi ke arah lebih baik.
“Saat saya mengelilingi jalan Gegesik, saya menuntun sepeda onthel karena bannya bocor. Ada seseorang yang prihatin melihat saya, tetiba orang tersebut menyodorkan uang Rp 50 ribu. Ia tidak mengenalkan identitasnya, tetapi ia bilang untuk uang lelah,” tuturnya.
Perjalanan Assegaf tak lepas dari peran seorang mentor bernama Nirwan Arsuka. Pada momen Indonesia Internasional Book Fire (IIBF) yang diselenggarakan di Jakarta, dihadiri 17 negara ia pertama kali menerima petuah oleh Nirwan Arsuka untuk segera menorehkan sejarah hidupnya.
”Setelah selesai acara IIBF, saya diajak makan siang lalu beliau cerita tentang perjalanannya dalam mendirikan Pustaka Bergerak. Lalu setelah itu, beliau berpesan kepada saya, perjalanan kamu itu bukan ditulis oleh orang lain, tetapi harus ditulis oleh diri kamu sendiri. Hal itu lah yang membakar semangat saya untuk terus bergerak dalam bidang literasi ini,” jelasnya.
Sepulang dari acara tersebut, Assegaf terpacu untuk membentuk satu gerakan literasi di desanya. Semangat yang menggelegak dan segudang harapan untuk menghapus kebodohan generasi masa mendatang.
Dari perjalanan itu, tak kurang dari sebulan lapaknya sudah banyak didatangi oleh anak-anak di sekolah. Para guru juga menyambut positif. Tak hanya buku disajikan, melainkan permainan anak-anak, belajar mewarnai, menghapal nama-nama presiden juga lagu wajib nasional.
“Suasana saat saya datang ke sekolah, anak-anak menyambutnya dengan gembira. Ada sekitar 40 anak mengelilingi lapak saya. Bahkan para guru pun merespon positif dan menyumbangkan buku-buku bacaannya, ada yang kasih 5 sampai 10 buku yang saya terima,” katanya.
Kini, ia sudah melebarkan sayap dengan bergabung dengan komunitas-komunitas para pecinta literasi. Bukan hanya dari komunitas sepeda, ada juga dari komunitas pendaki pustaka, pustaka 72, pustaka cahaya bumi dan pustaka 97. Semuanya tergabung dalam pecinta literasi di Cirebon.
“Saya sekarang sudah gabung dengan komunitas pecinta literasi Cirebon, dari daerah Gegesik, Susukan dan Palimanan guna membahas gerakan dan membangun gerakan-gerakan kecil di seluruh pelosok desa. Kita juga tak jarang saling bertukar buku agar buku terus diperbaharui,” ujar pria yang juga aktif di IPNU Kabupaten Cirebon itu. *Iz
