Akademisi IAIN Syekh Nurjati Cirebon Syibli Maufur mengatakan, agar bahasa Cirebon bisa tetap lestari dan tidak punah, maka harus ada keseriusan Pemerintah Kabupaten Cirebon dalam merawatnya.
Menurutnya, banyak upaya yang dapat dilakukan, salah satunya dengan mengkampanyekan kegiatan literasi budaya dan bahasa Cirebon. Terutama bagi anak-anak agar bahasa Cirebon dapat dikenal sejak dini.
“Khususnya kepada pelajar SD sederajat. Kegiatan yang bertemakan bahasa Cirebon harus lebih sering diadakan,” kata Syibli.
Kedua, perlunya penetapan hari berbahasa Cirebon yang mengharuskan seluruh elemen di Kabupaten Cirebon dari pemerintah, sekolah dan lembaga swasta berbicara dengan bahasa Cirebon selama sehari.
“Akan menarik, jika itu terjadi. Warga berkomunikasi dengan pegawai bank misalnya, harus menghapal lebih dulu bahasa Cirebon. Tukang parkir memarkir kendaraan dengan bahasa Bebasan. Itu kan unik,” tuturnya.
Selanjutnya tak kalah penting, yakni simbolisasi petunjuk arah di sejumlah kawasan yang menambahkan keterangan bahasa Cirebon. Petunjuk arah lebih sering dilihat dan dicari sehingga dengan tidak sadar akan berpotensi mudah dihapal.
“Bahkan petunjuk benda, arah atau pengumuman, kalau perlu juga ditambahkan dengan keterangan bahasa Cirebon,” jelasnya
Sementara itu, Pegiat Budaya Cirebon Raden Chaidir Susilaningrat berharap Pemerintah Kabupaten Cirebon segera mengaktifkan kembali Lembaga Balai Bahasa lan Sastra Cirebon (LBSC) yang semula menjadi wadah para pegiat bahasa.
“Dulu lembaga ini sempat aktif. Namun karena ketuanya sudah meninggal, statusnya kini vakum dan belum ada yang meneruskannya,” jelas Chaidir.
Chaidir juga meminta kepada pemerintah agar pelestarian budaya dan bahasa Cirebon diikat dengan lahirnya peraturan daerah (perda).
Di sisi lain, Chaidir mengajak para pegiat dan masyarakat juga ikut andil melestarikan dengan membuat sebuah karya berbahasa Cirebon yang bisa berguna untuk generasi muda. Seperti, buku, tulisan atau film pendek yang diterbitkan di media untuk memperkenalkan bahasa Cirebon.
“Ayo kita bikin sesuatu, misalnya bikin kamus bahasa Cirebon atau saluran media yang isinya tentang bahasa Cirebon,” kata Chaidir.
Senada itu, Pegiat Bahasa Cirebon Doddy Yulianto berharap bahasa Cirebon selalu digaungkan baik secara ucapan maupun tulisan. Oleh karenanya, local genius yang mesti dihidupkan adalah membiasakan diri berbahasa Cirebon. Baik menggunakan bahasa Bagongan maupun Bebasan. Seiring itu, dunia literasi juga harus didukung dengan memperbanyak bahan bacaan bahasa Cirebon.
“Meski para siswa mendapat bekal pelajaran bahasa Cirebon saat di sekolah, bagi saya itu tak cukup. Pengajaran di sekolah memang penting, tapi apakah itu efektif. Sementara kalau kita lihat mata pelajaran Bahasa Cirebon ini porsinya sangat sedikit. Makanya perbanyak bacaan juga harus dilakukan,” ujar Doddy.
Belum lagi jika melihat bagaimana fakta para pengajar bahasa Cirebon saat ini yang berbeda dari latar belakang pendidikannya.
“Itu karena memang karena belum adanya prodi bahasa Cirebon. Jadi enggak aneh kalau gurunya saja kadang enggak kompeten. Bahkan seringkali sing penting ana sing gelem,” ungkapnya.
Oleh karena itu, agar upaya menjaga bahasa bisa terwujud, harus ada daya dukung terlebih dahulu dari legislatif dan eksekutif dengan bersama-sama membentuk peraturan daerah untuk menjaga keberlangsungan basa Cerbon.
Menurutnya, kehadiran Perda telah dinantikan oleh seluruh pegiat budaya dan bahasa di Cirebon. Dengan adanya payung hukum, maka semua akan diatur dari pendidikan, lembaga maupun kebijakan lainnya.
“Sehingga sekali lagi, selain pentingnya dibiasakan berbahasa Cirebon dalam keseharian di berbagai tempat maupun platform dan tak perlu merasa malu. Keberadaan Perda sebagai pengikat menjadi penting sebagai langkah awal. Itu pun kalau serius,” pungkasnya. *Kus