Menjadi pendidik merupakan hal yang paling berkesan bagi pria yang satu ini. Sosok perantau yang akhirnya menetap dan memilih mengabdikan diri di Cirebon.
Ia adalah Marsaid Budi Riyanto, kepala sekolah SMP Negeri Satu Atap Losari Desa Tawangsari, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon. Sebelum menduduki pimpinan tersebut, Marsaid sapannya, lebih dahulu berkarir menjadi guru di SMP N 1 Astanajapura. Beragam jabatan pun sempat ia emban.
“Kalau jadi kepala sekolah memang baru Oktober tahun 2022 kemarin. Tapi jadi PNS nya sejak tahun 1997. Saya di Astanajapura lama bahkan pernah menjadi wakil kepala sekolah, sarana dan prasarana sampai di bidang kurikulum,” kata pria asli Klaten tersebut.
Bagi Marsaid, berprofesi guru merupakan cita-cita Marsaid sedari kecil. Terlebih kedua orang tuanya juga berprofesi serupa. Bagi Marsaid, guru itu merupakan manusia yang mulia, sebab sangat berperan dalam kehidupan.
“Jadi guru itu pekerjaan yang menarik. Bahkan bagi saya jadi guru itu karena panggilan hati. Ini adalah cita cita saya dari kecil dan saya bersyukur sekali kesampaian,” ungkap pria lulusan Universitas Kuningan (UNIKU) itu.
Selama menjadi jadi guru, Marsaid tentu mengalami pahit manisnya. Namun itu justru membuatnya semakin bersemangat mendidik. Tak pelak, beberapa muridnya pun termotivasi.
“Ada salah satu murid saya yang sudah lulus, dia anak orang tidak berada. Lalu masuk perguruan tinggi dan lulus. Sekarang jadi guru, dan ternyata dia termotivasi oleh saya sampai sukses sekarang,” ungkap Marsaid.
Tak kurang enam bulan Marsaid menduduki jabatan kepala sekolah. Perubahan signifikan pun dirasakan. Salah satunya dengan lahirnya pembiasaan kebersamaan.
“Di sekolah ini ada pembiasaan baru soal kebersamaan antara guru dan siswa setiap hari Selasa. Sistemnya siswa bawa makanan guru juga bawa, terus kita di lapangan makan bersama,” tuturnya.
Pembiasaan kebersamaan tersebut, tak hanya mengenai makan bersama. Namun lebih dari pada itu. Dalam momentum itu, siswa dan guru laiknya kawan. Tak ada batasan status sosial. Semua bergurau sehingga para siswa juga bisa tampil menunjukan bakatnya.
“Murid yang suka puisi, nyanyi, nari. Itu kita apresiasi buat tampil dan kita fasilitasi di pembiasaan ini. Ini bisa untuk melatih mental murid juga,” jelasnya.
Selain itu, ada pembiasan lain di hari Kamis dengan berbahasa bebasan. Setiap Kamis, guru dan murid menggunakan bebasan di setiap pembelajaran.
“Kamis bebasan ini menjadi identitas kita sebagai orang jawa. Dulu tidak ada, sekarang saya coba biasakan seminggu sekali ngomong bebasan,” jelas Marsaid.
Dengan adanya kebiasaan tersebut, Marsaid berharap, bahasa cirebon akan terawat dan terjaga karena dikenalkan sejak dini.
“Itu yang jadi harapan. Apalagi bahasa Cirebon sudah mulai jarang digunakan,” ujar Marsaid.
Di luar kesibukannya menjadi pendidik, Marsaid memiliki hobi berolahraga. Tak heran, setiap Sabtu ia juga mewajibkan seluruh siswa untuk senam pagi.
“Karena saya hobi berolahraga, setiap Sabtu kita juga biasakan senam pagi yang diikuti seluruh siswa dan murid,” ungkapnya.
Sementara di akhir pekan, Marsaid akan berolahraga dengan bersepada. Baginya, bersepeda memiliki filosofi sendiri.
“Saya suka bersepeda. Paling jauh saya ikut kegiatan dinas muter dari Talun ke Sedong, Astanajapura sampai balik lagi. Pernah juga sampai Waduk Darma Kuningan,” jelas Marsaid.
Selain bersepeda, Marsaid juga hobi membaca. Dalam sehari minimal ia harus membuka buku untuk membaca. Meski hanya selembar.
“Karena saya juga seorang guru jadi saya suka membaca. Buku apa saja saya baca terutama buku pelajaran,” pungkasnya. *Kus