Kopi Pagi edisi Oktober 2022

Mari Menitik

Canting berisi malam bergerak mengikuti karsa. Seorang hamba menitik di atas hamparan kain nan lebar (amba) dengan sepenuh jiwa. Begitulah sepenggal proses batik tercipta. Namun, akankah proses kreatif itu hanya sampai pada dimensi produksi?    

Tentu saja tidak. Batik kini bukan lagi soal identitas sosial: pakaian bangsawan, pesisiran, atau pedalaman. Bukan juga hanya soal manifestasi filosofi hidup para pengrajin dan pemakainya. Ia kini telah menjadi komoditas ekonomi, seiring meluasnya tren penggunaan batik dan menjadi gaya busana (fashion style). 

Semangat zaman ini harus terus digaungkan. Agar permintaan pasar tetap terjaga dan meningkat. Pemerintah pusat dalam beberapa tahun terakhir serius membenahi sektor ekonomi tersebut dalam bingkai ekonomi kreatif, yang ditangani oleh Kemenparekraf.  

Ekonomi kreatif didefinisikan sebagai penciptaan nilai tambah yang berbasis ide dan kreativitas sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan warisan budaya, serta teknologi. Konsep ini jelas menempatkan kreativitas sebagai faktor utama dalam kegiatan ekonomi. 

Namun, apakah itu cukup ditangani kementerian? Tentu, upaya pemerintah pusat harus juga didukung oleh semua lapisan masyarakat, terutama pemerintah daerah. Terlebih pemerintah daerah-lah yang lebih paham akan muatan lokal produk batik di daerahnya. Batik trusmi dan batik ciwaringin memiliki kekhasan sendiri di banding daerah lainnya

Pengrajin, UKM atau IKM, bahkan industri besar itu memiliki karakter pejuang. Modal utamanya semangat. Mereka bukan tipikal manusia cengeng, dikit-dikit minta bantuan pemerintah. Kasarnya, tanpa campur tangan pemerintah pun mereka memang sudah dituntut untuk tumbuh. 

Bahkan, pada titik tertentu mereka sebenarnya sudah membantu pemerintah, terutama dari aspek pembangunan ekonomi: mengurangi pengangguran, meningkatkan PDRB, dan pendapatan asli daerah berupa pajak.  

Meski sektor usaha mampu bergulir secara mandiri, pemerintah daerah tetap berkewajiban untuk mendukung dan memompa pertumbuhan mereka. Tentu saja pada akhirnya juga akan berdampak pada kinclongnya kinerja pemerintah dalam bidang ekonomi dan kebahagiaan warganya. 

Lantas apa yang harus dilakukan pemerintah daerah? Di tengah usaha atau industri yang semakin tumbuh, fungsi utama pemerintah adalah melakukan harmonisasi, baik secara internal maupun eksternal. 

Harmonisasi internal terdiri dari dua hal. Pertama, harmonisasi di internal perbatikan. Pemda harus mendorong dan menciptakan agar adanya harmonisasi antara pengrajin, usaha kecil, dan usaha besar untuk menjadi satu ekosistem mitra perbatikan yang tumbuh bersama. Sehingga meminimalisasi UKM bangkrut akibat ulah koorporasi. Perusahaan besar harus membantu pengrajin dan UKM tumbuh. 

Harmonisasi internal yang kedua adalah menciptakan sinergitas antar-sektor. Kawasan ekonomi kreatif harus terintegrasi dengan rencana induk pengembangan pariwisata, penataan kota, serta kegiatan budaya dan olahraga. 

Sedangkan harmonisasi eksternal, pemda harus menjadi fasilitator pendongkrak pemasaran batik cirebon. Salah satunya, misalnya, memperbanyak agenda event yang mempromosikan batik, baik digelar di Cirebon, luar Cirebon, maupun luar negeri.

Jadi, agar industri batik di Cirebon maju, pemda pun harus turut ‘membatik’. Turut menjadi hamba yang menitik. Kenapa? Karena titik-titik batik itu menjadi indah ketika menciptakan harmoni.  

Untuk itu mari kita sama-sama menitik, bukan asal memercik. Melengkapi harmoni batik dengan harmoni kebijakan. Sehingga kesatuan titik-titik itu menjadi keindahan yang membahagiakan, baik secara gaya maupun ekonomi. Disitulah Cirebon Bahagia.

 

 

Pencarian
Edisi Terbaru 2024
Agustus 2024
Cover edisi Agustus 2024
Juli 2024
Cover edisi Juli 2024
Juni 2024
Cover edisi Juni 2024