Pengelolaan kearsiapan di Kabupaten Cirebon dinilai belum berbasis digital bahkan masih mengandalkan cara manual. Melihat itu, Komisi I DPRD Kabupaten Cirebon khawatir arsip yang tersimpan di Dinas Kearsipan dan Perpustakaan (Diskarpus) Kabupaten Cirebon sewaktu-waktu akan hilang baik karena rusak maupun karena kejadian tertentu.
Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Cirebon Sofwan mencontohkan, banjir yang pernah melanda Cirebon tahun lalu telah menyebabkan puluhan arsip perusahaan maupun perorang hilang. Sehingga, upaya keseriusan menjaga dan melindungi arsip berbasis digital harus dilakukan Pemerintah Kabupaten Cirebon.
“Apalagi arsip-arsip vital itu bisa gampang rusak sekali kalau kena air atau api. Kita harap ada langkah pencegahan,” ujar Sofwan, saat memimpin kunker di Dinas Perpustakaaan dan Kearsipan (Dispusip) Kota Cirebon.
Menurut Sofwan, digitalisasi arsip merupakan salah satu cara melindungi dan menyelamatkan arsip-arsip penting. Dengan digitalisasi arsip, juga berdampak terhadap pelayanan publik. Sejauh ini, daerah yang telah menerapkan digitalisasi kearsipan adalah Kota Cirebon melalui Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) Kota Cirebon.
Karena itu, Komisi I DPRD Kabupaten Cirebon mengunjungi Dispusip Kota Cirebon guna menggali pelaksanaan digitalisasi arsip.
“Istilah digitalisasi arsip sebenarnya sudah lama didengar namun Kabupaten Cirebon belum menerapkan. Makanya kunker ini ingin mengetahui bagaimana kebijakan pusat dan walikota untuk mendorong digitalisasi arsip,” ujar Sofwan.
Seperti diketahui, arsip yang berkaitan dengan peningkatan pelayanan publik terbagi menjadi tiga. Yaitu arsip umum yang dapat dipublikasi, arsip terbatas dan arsip rahasia yang menyangkut keamanan rahasia negara.
Sekretaris Dispusip Kota Cirebon Sumarni menyampaikan, terdapat 6 Arsiparis di Dispusip Kota Cirebon. Keenam tersebut terbagi ke dalam bidang perlindungan dan penyelamatan arsip serta bidang pengelolaan arsip.
Sumarni menyebut, di tahun 2022 bidang perlindungan dan penyelamatan arsip telah memperoleh anggaran sebesar Rp 60 juta. Sedangkan bidang pengelolaan arsip senilai Rp 420 juta.
Sumarni mengungkapkan, jika digitalisasi arsip Dispusip Kota Cirebon baru melakukan tahap scanisasi tehadap arsip-arsip yang ada. Karena itu menurutnya, pengelolaan arsip di Kota Cirebon masih perlu ditingkatkan kembali. Baik secara manajemen maupun infrastruktur pendukung.
“Kami baru melakukan digitalisasi dari dokumen fisik ke dokumen digital. Di luar itu, kami melakukan perawatan, pemeliharaan dan melestarikan arsip yang ada,” ungkapnya.
Sementara ini, sebuah aplikasi arsip bernama Sistem Informasi Kearsipan Dinamis Terintegrasi (SIKDT) karya Pemkot Cirebon juga belum berjalan optimal. Penyebabnya karena kebijakan aksebilitas dan konektifitas dengan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).
Pemkab Cirebon sendiri sebenarnya telah meluncurkan aplikasi serupa bernama Srikandi pada Mei 2022 lalu, namun belum terealisasi optimal.
Dalam persiapan penerapan aplikasi Srikandi, Pemkab Cirebon telah mengadakan bimbingan teknis kepada para Arsiparis maupun para pengelola arsip dari unsur perangkat daerah. Namun sejauh ini, upaya digitalisasi arsip tersebut masih jalan di tempat.
Meski demikian, Komisi I DPRD Kabupaten Cirebon sangat mendukung langkah Pemkab Cirebon dan berkomitmen agar penerapan dan pengintegrasian Srikandi dalam sistem pemerintahan segera terwujud. Hal itu bertujuan agar Sistem pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dapat berjalan dengan baik.
Dengan optimalnya implementasi SPBE, maka kontrol terhadap kinerja lembaga-lembaga pemerintah, termasuk pemerintah di Kabupaten Cirebon juga bisa berjalan beriringan.
Karena itu, Sofwan mengingatkan, butuh peran serta dan kolaborasi dari seluruh perangkat daerah dan semua stakeholder untuk mewujudkannya.
“Dengan begitu, kita berharap indeks nilai SPBE Kabupaten Cirebon bisa meningkat dan arsip-arsip kita bisa terlindungi,” pungkas Sofwan. *Iz