Elivinia (55) Pemilik Batik Buana Mas
Sudah 32 tahun saya menggeluti bisnis usaha batik. Sebagai pengusaha Batik Buana Mas, saya selalu siap mengikuti tren yang sedang berkembang, agar produksi batik tetap diminati seluruh kalangan dan status sosial.
Saya berharap Pemerintah Kabupaten Cirebon rutin menggelar pameran batik. Tujuannya agar seluruh pelaku UMKM Batik dapat mengikuti tren. Dan masyarakat Kabupaten Cirebon khususnya semakin mencintai batik khas lokal.
Saya percaya jika pameran batik rutin diadakan, akan mendatangkan banyak pengunjung. Sehingga produk perajin batik Cirebon semakin diminati banyak konsumen. Saya telah membuktikannya setelah seringkali mengikuti pameran batik karena semakin laku.
Bahkan dalam sebuah pemeran yang pernah saya ikuti di Sukabumi, saya mendapat penghargaan penjualan terbanyak. Dari situ juga saya mendapat banyak pelanggan baik dari dalam maupun luar negeri.
Dari banyaknya pelanggan yang memasan, sekarang saya memilki sekitar 500 karyawan. Barang dagangan saya pun telah terjual ke seluruh provinsi Indonesia. Bahkan ke pasar luar negeri seperti Malaysia, Singapura dan Jepang.
Suminah (72) Perajin Batik Ciwaringin
Sejak berusia 10 tahun, saya sudah belajar membatik kepada orang tua. Profesi itu kemudian menjadi jalan hidup saya hingga sekarang berumur 72 tahun. Di usia lanjut ini, penglihatan saya sudah berkurang. Aktivitas membatik saya pun terbatas hanya bisa membuat pola, membatik dan mbiruni atau menutup pola batik saat akan diwarnai.
Sedangkan proses lainnya dikerjakan oleh orang lain. Seperti mewarnai sampai lorod atau pembersihan terakhir, karena pekerjaan itu cukup berat dan biasanya hanya dilakukan oleh laki-laki.
Saya amati tidak banyak anak muda di Ciwaringin yang mau belajar membatik. Sehingga pembatik di Ciwaringin kebanyakan telah lansia. Kalau pun ada anak muda yang konsen membatik, sepertinya hanya ingin menjadi penjual batik tanpa menjadi pengrajin batik. Padahal batik Cirebon merupakan warisan dari leluhur.
Karena itu perlu hal serius akan hal ini. Pemkab Cirebon bisa mencari solusi agar pekerjaan membatik diminat oleh anak-anak muda. Hal itu untuk memastikan keberlangsungan para perajin batik Cirebon khususnya Ciwaringin agar tetap ada.
Said (42) Pemilik Batik Selfy
Pekerjaan nglorod dan mbiruni (mewarnai) merupakan dua tahapan dalam produksi batik setelah terbentuk pola di lembar kain.
Bekerja sebagai Tukang Lorod dan Mbiruni, saya bisa memproduksi 10 sampai 12 lembar dalam sebulan. Satu lembar kain biasanya saya mendapat upah bersih Rp 300 ribu. Untuk pembayarannyan menunggu produknya terjual.
Dalam proses mewarnai, bahan dasar yang saya gunakan antara lain kulit mahoni, kulit pohon mangga, kulit jengkol, daun indigo dan kulit pohon tegeran. Bahan-bahan tersebut saya dapatkan dari luar kota. Misalnya daun indigo dan kulit pohon tegeran saya beli di Yogyakarta.
Saya pernah mengajukan ke Pemkab Cirebon agar bisa menyediakan daun indigo, pohon tegeran, pohon jolawe dan pohon tingi tersebut. Tujuannya agar pengrajin batik tulis berbahan warna alam bisa lebih mudah mendapatkan bahan warna tersebut. Kami sudah membuat proposal pengajuannya namun sampai sekarang belum ada kabar tindak lanjut.
Sebenarnya setiap pohon yang memiliki getah bisa diambil untuk pewarna, tapi tidak semua pohon tersebut akan memunculkan warna yang pekat dan bagus. Sedangkan warna dari kulit mahoni, daun indigo, pohon tegeran, pohon jolawe dan pohon tinggi ini sudah diteliti dapat memunculkan warna yang kuat.
Komarudin (45) (Ketua Umum Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia)
Sebagai pegiat batik, sangat menyayangkan regenerasi pengrajin batik di Cirebon sangat lamban. Sebab tidak ada pendidikan formal Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Jurusan Batik. Di sisi lain Alumni SMK lebih banyak berminat bekerja di industri-industri besar seperti mal dan pabrik padat karya.
Kalau tradisi membatik langgeng maka mau tidak mau Pemkab Cirebon harus memikirkan bagaiamana pelatihan intensif membatik bagi pelajar. Misalnya setahun tiga kali dengan target yang jelas.
Seperti di Tasikmalaya, dalam setahun mampu menggelar pelatihan dengan target 3500 UMKM penjahit dan pengrajin batik. Kita sangat berharap seluruh pelaku UMKM Batik Cirebon harus diikutsertakan dalam pameran internasional agar produk semakin diminat banyak orang.
Di luar itu, kita berharap Pemkab mulai melakukan klasterisasi bagi UMKM Batik. Kita melihat ada disparitas usaha. Para UMKM yang baru merintis justru tidak mendapat perhatian bahkan buta digital. Saya kira ini yang mesti dilakukan Pemkab Cirebon untuk meningkatkan produktivitas UMKM Batik Cirebon. *Par/Iz