Fokus 2 edisi September 2022

Banyak Jukir Liar Hingga Premanisme

DPRD Kabupaten Cirebon menilai, pendapatan sektor retribusi parkir di Kabupaten Cirebon masih jauh dari potensi seharusnya.

Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Cirebon Pandi mengatakan, belum semua tempat parkir telah terjamah Dinas Perhubungan (Dishub). Sebaliknya, banyak toko atau tepi jalan yang belum memiliki juru parkir (jukir) resmi. Bahkan lebih parahnya enggan untuk menggunakan jukir dari Dishub.

“Memang capaian retribusi parkir mengalami peningkatan setiap tahunnya tapi jauh dari potensi. Seharusnya retribusi parkir bisa lebih tinggi dari sekarang jika dikelola dengan baik,” ujar Pandi.

Politisi PKB itu pun menyoroti masifnya keberadaan parkir liar karena ketidaktegasan Dishub.

Selain itu, Pandi melihat jumlah juru parkir resmi Dishub yang dianggap masih sangat kurang. Sehingga perlu penambahan personel jukir sesuai dengan kebutuhan. Tak lupa, Dishub harus lebih tegas dan mengevaluasi manajemen pengelolaan parkir.

“Menurut kami manajemen rekrutmennya kurang jelas, dan penguasaan wilayahnya juga enggak jelas. Belum lagi tidak ada keberanian dari kita untuk memberikan warning. Karena kami juga sadar memang masih banyak juru parkir liar yang berkeliaran,” tegasnya.

Selain penambahan personel jukir dan pemetaaan wilayah, Pandi mengingatkan agar Dishub juga memperhatikan fasilitas para jukir. Idealnya juru parkir resmi menggunakan karcis, maka Dishub harus memastikan adanya karcis sesuai dengan standar yang pemerintah buat.

“Kemudian untuk pelayanan jukir juga masih kurang. Kita tidak tahu seperti apa kordinasinya karena saya yakin banyak yang tidak menggunakan karcis. Padahal idealnya kan harus pakai karcis. Jangan hanya mikirin target setoran saja,” jelas Pandi.

Meski selama ini masih mencapai target, retribusi parkir perlu dibenahi dengan mekanisme baru agar pendapatan sektor parkir bisa lebih tinggi sesuai denga potensi yang ada. Selama ini regulasinya masih berpacu pada Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 43 Tahun 2016 tentang Tarif Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum. Sementara untuk toko-toko belum ada Perbup yang mengatur.

“Yang saat ini berjalan itu sistemnya per lapak atau per meter. Kadangkala setorannya tidak sesuai dengan Perbup. Inilah kenapa harus ada mekanisme baru agar pendapatan lebih optimal,” kata dia.

Dia juga menambahkan, Dishub jangan sampai lengah hanya karena target tercapai. Pasalnya masih ada pekerjaan 40 persen lokasi yang belum tergarap. Dan itu harus segera diambil alih. Jika dibandingkan dengan Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon masih tertinggal jauh.

“Kalau seperti ini terus masalah parkiran tidak akan beres. Lagian sebenarnya kita masih rendah jika dibandingkan dengan kota. Perbup sudah basi dan harus ada perubahan,” katanya.

Analis Kebijakan Ahli Muda Seksi Pengoperasian Prasarana Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Cirebon Alfa mengakui masih ada sejumlah tempat yang belum memiliki jukir resmi. Penyebabnya pun beragam, Para pemilik toko misalnya, enggan menggunakan jukir karena khawatir omzet pendapatan berkurang.

Sejumlah 40 % toko, diakui tak memakai jukir resmi melainkan jukir liar karena pemilik toko ingin tambahan pemasukan dari setoran parkir.

Lebih parahnya, Alfa mengatakan, saat Dishub memaksa menempatkan jukir resmi, tidak sedikit pemilik toko mengadu ke kepolisian. Tak jarang jika ia dan timnya kerap mendapat panggilan dari polsek setempat.

“Kami pernah dipanggil Polsek Panguragan, tentang keluhan salah satu tokoh pemuda di sana yang menolak adanya juru parkir, karena dari pihak perusahaan mengaku omzetnya berkurang,” kata Alfa.

Selain menggunakan jasa polisi, salah satu pemilik toko bahkan pernah memakai jasa pengacara untuk menolak adanya juru parkir dari Dishub.

“Saya heran saja, kenapa jukir yang memiliki legalitas resmi ditolak, tapi malah mereka yang tidak punya legalitas diterima,” kata dia.

Alfa mengakui, saat mengelola parkir, berarti Dishub harus siap berurusan dengan masyarakat kelas menengah ke bawah. Khusus di Kabupaten Cirebon, tidak jarang Dishub harus bertikai dengan kelompok masyarakat tertentu yang berkepentingan.

“Mulai dari unsur LSM, ormas, dan pihak desa. Kita sering berurusan soal parkir dengan mereka. Pernah juga kita ditemui Pemdes karena ingin lokasi parkir justru dikelola Bumdes,” tutur Alfa.

Tak ayal bukan sesuatu yang baru jika Dishub harus terlibat cekcok dengan tokoh pemuda setempat saat ingin mengelola parkir. Keadaan itu diperparah, karena para jukir liar justru menggunakan atribut resmi untuk mengecoh Dishub.

Atribut topi dan rompi bertuliskan Dishub Kabupaten Cirebo, kata Alfa, diakui telah dijual bebas di toko-toko. Akibatnya banyak disalahgunakan para jukir liar.

Alfa sangat tak setuju ketika rompi Dishub untuk juru parkir dijual secara umum. Namun ia pun tak dapat berbuat banyak dan tak ingin memperpanjang masalah. Ia khawatir para koordinator wilayah (koorwil) jukir resmi harus menerima ancaman saat di lapangan.

Beberapa keluhan dari juru parkir kami memang mendapat ancaman dari orang pribumi, entah dari ormas tertentu atau pemilik toko,” ungkapnya.

Jika harus memberantas jukir liar secara langsung, bukanlah satu hal mudah. Alfa menyadari, banyak para jukir liar mengandalkan kehidupannya dari pekerjaannya menjadi tukang parkir.

Sepengalaman Alfa, menertibkan juru parkir yang belum memiliki legalitas lebih mudah dibanding harus berurusan dengan pihak lain yang berkepentingan.

Kalau kita melegalkan petugas parkir yang sudah lama gampang. Dibanding kita menaruh petugas parkir dadakan. Tapi masalahnya ada oknum-oknum di belakangnya yang memang menerima setoran dari jukir liar. Itu yang sulit,” tutur Alfa.

Oleh karenanya, Alfa mengingatkan, pentingnya kesadaran masyarakat, lebih khususnya para pemilik toko dan usaha untuk memastikan tempat parkir dikelola jukir resmi. Dengan adanya jukir resmi, bukan semata untuk rertribusi daerah saja melainkan agar berkaitan ketertiban lalu lintas.

“Kesadaran toko juga masih rendah, padahal jukir bukan hanya untuk PAD saja, tapi juga untuk pengendalian lalu lintas,” jelasnya.

Selain itu, Alfa berharap sinergitas dari seluruh elemen untuk mencegah kebocoran PAD karena banyaknya jukir liar.

“Kami tentu tak bisa sendiri untuk menyelesaikan kebocoran parkir ini. Perlu semua dinas dan masyarakat membantu kami untuk optimalkan retribusi parkir,” tandasnya. *Par

Pencarian
Edisi Terbaru 2024
Agustus 2024
Cover edisi Agustus 2024
Juli 2024
Cover edisi Juli 2024
Juni 2024
Cover edisi Juni 2024