Kopi Pagi edisi Agustus 2022

Glatikan

Alunan dzikir subuh baru saja berhenti dari pengeras suara masjid. Casta, sebut saja begitu, bergegas mendekati gerobak dagangannya. Tongkat bambu menumpuk di atas gerobak. Bendera merah putih berbeda ukuran berjejer rapih. Sebelum ia mendorong gerobak bersiap menjemput rezeki di bulan Agustus, saya menyempatkan menyapanya.

Selain tongkat dan bendera, ada barang dagangan lain yang menarik perhatian saya. Gangsing kayu dan gangsing bambu tergolek di salah satu sisi gerobak. “Ini kan bulan Agustus Pak, bulan permainan tradisional buat rakyat,” ujarnya. 

Dengan semangat, ia menyebutkan panjat pinang, tarik tambang, balap karung, bola api, hingga sampyong. Ia bahkan menyebutkan beberapa permainan tradisional lainnya. Sepertinya percakapan pagi itu menjadi ajang nostalgia masa kecilnya. 

“Tapi sekarang tanah lapang tempat bermain anak sudah jarang Pak,” ucapnya lirih. Ia bercerita tentang mainan kesukaannya waktu kanak-kanak: glatikan. Di beberapa daerah ada yang menyebutnya toklean atau janakan. 

Glatikan bagi saya juga menarik. Mainan ini penuh makna dan filosofi. Cocok untuk pejabat, aparatur pemerintah, atau siapa saja yang punya eager untuk kemajuan. Mari kita belajar dari glatikan. 

Permainan ini sederhana. Alatnya hanya dua batang kayu berdiameter sekitar sebesar ibu jari. Satu batang panjang sekitar dua jengkal, batang yang kedua berukuran sekitar satu jengkal. Untuk itulah ia diberi nama glatikan, gla berarti jengkal, sedangkan tik adalah bunyi yang ditimbulkan ketika batang pertama memukul batang kedua.

Pemain pertama mengungkit batang kecil dengan batang yang lebih panjang dari lubang di tanah atau diantara dua batu bata. Ia lalu memukul batang yang terungkit. Tugas pemain kedua (bisa lebih dari satu), sebagai lawan main, menangkap batang yang terlempar akibat pukulan. 

Batang kecil yang terlempar ini saya artikan sebagai masalah. Masalah yang diarasakan atau dialami masyarakat. Tugas pemain kedua adalah menangkap masalah ini. Jika dia tidak mampu menangkap, maka bisa dipastikan ia kesulitan untuk menyelesaikan masalah tersebut. 

Tugas pemain kedua berikutnya adalah melemparkan batang yang sudah ditangkap itu agar kembali ke titik awal, ke titik pengungkit. Jika berhasil maka ia memenagkan permainan. Ini berarti ia sudah mampu menyelesaikan masalah publik.  

Butuh kecermatan, kehati-kehatian, perhitungan matang,  dan ketepatan dalam melemparkan batang agar pas mengenai titik pengungkit. Begitu pun ketika kita menyelesaikan masalah publik.

Jika batang itu tidak mengenai titik pengungkit, maka pemain kedua dihukum menggendong pemain pertama. Ini bermakna, pejabat harus tetap menggendong masyarakat ketika upaya memecahkan permasalahannya belum sesuai target. Pemerintah harus tetap bersama masyarakat untuk terus bahu-membahu menyelesaikan segala masalah.

Jangan sebaliknya, menagangkap masalah saja tidak. Acuh tak acuh, atau menyelesaikan persoalan sekadarnya saja. Pola pikir sebagai pemecah masalah (problem solver) dan memberikan layanan prima harus ditegakkan.  

Jika masih mengalami kebuntuan, cobalah sejenak bermain glatikan. Agar kita bisa ingat dan terlatih menangkap masalah dan memberikan solusi. Rasakanlah sesekali, betapa indahnya kita menggendong lawan (bukan musuh) permainan. 

Mulailah juga berpikir, untuk menyelamatkan permainan tradisional, salah satunya melestarikan glatikan. Selamatkanlah dunia bermain anak-anak, dengan memfasilitasi ruang bermain ramah anak (RBRA) untuk mereka mengasah rasa, olah pikir, dan ketangkasan dalam menyelesaikan masalah hidup. Selamat melahirkan generasi problem solver.

 

 

 

Pencarian
Edisi Terbaru 2024
Agustus 2024
Cover edisi Agustus 2024
Juli 2024
Cover edisi Juli 2024
Juni 2024
Cover edisi Juni 2024