Ruang Bermain Ramah Anak (RBRA) di Kabupaten Cirebon terbilang masih sangat minim. DP3AKB Kabupaten Cirebon melaporkan, baru ada 8 RBRA di Kabupaten Cirebon. Itu pun belum mendapat penilaian dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).
Padahal RBRA dinilai penting untuk menjamin pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak benar-benar terwujud di dalam ruang bermain.
Kepala Seksi Pemenuhan Anak DP3AKB Kabupaten Cirebon Sri Lina Andriana mengatakan, sejumlah upaya akan dilakukan pada tahun ini guna mendorong tempat bermain ramah anak bisa bertambah.
Pertama, ia akan meminta Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika) Kecamatan agar mengupayakan berdirinya RBRA di setiap kecamatan.
Kedua, ia akan terus mendorong pemdes untuk membangun tempat bermain ramah anak. Meskipun upaya yang telah dilakukannya pada tahun kemarin itu masih belum berhasil lantaran banyak program pemdes yang memprioritaskan pada penanganan pandemi covid-19.
“Karena DP3AKB tidak memiliki anggaran untuk mendirikan RBRA, maka kita mengarahkan Muspika dan Pemdes untuk mengalokasikan anggarannya,” kata Sri.
Ketiga, DP3AKB berupaya menyosialisasikan ke sekolah-sekolah di Kabupaten Cirebon mengenai standarisasi sekolah ramah anak. Terakhir, DP3AKB akan melaksanakan lokasi fokus Desa Ramah Perempuan Peduli Anak (DRPPA) dari Provinsi Jawa Barat.
“Kebetulan tahun ini lokus DRPPA Jawa Barat yang ditunjuk adalah desa-desa di Kabupaten Cirebon dan Indramayu. Sementara ini kami sudah melaksanakan di Desa Purbawinangun dan Babakan Gebang,” ungkapnya.
Anggota DPRD Kabupaten Cirebon Hanifah menilai RBRA dapat membangun perkembangan kognitif, afektif dan psikomotorik anak. Keberadaan RBRA dapat membangun komunikasi yang efektif, kreatif dan karakter yang baik bagi anak. Sehingga dampaknya rasa percaya diri anak akan terbangun tinggi.
“Masa golden age atau periode emas anak merupakan masa awal kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan anak yang begitu pesat. Sebab 50% kecerdasan orang dewasa mulai terbentuk pada masa anak ini,” jelas Hanifah.
Karena itu, untuk mewujudkan lebih banyak RBRA di Kabupaten Cirebon, Hanifah berpesan kepada DP3AKB untuk fokus pada tiga hal. Pertama, mengusulkan pembangunan RBRA di setiap desa.
Jika saat ini Pemkab Cirebon belum mampu mendirikan RBRA di setiap desa lantaran terbatnya anggaran, namun semangat tinggi dalam mewujudkan RBRA harus tetap ada pada DP3AKB.
Hanifah berharap DP3AKB berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Dinas Pemberdayaan dan Masyarakat Desa (DPMD) mengenai aturan dan teknis usulan pembangunan RBRA di setiap desa.
Kedua, lanjut Hanifah, menginisiasi pembuatan Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Bupati (Perbup) tentang pendirian RBRA.
Ketiga, Hanifah berharap, Surat Edaran (SE) tahun 2020 tentang Evaluasi Rancangan Peraturan Desa (Raperdes) dan Optimalisasi Dana Desa kembali diberlakukan. Sehingga desa memiliki kewajiban mengalokasikan sebagian dana desa untuk kegiatan taman bermain ramah anak.
"Artinya jika kuwu tidak menindaklanjuti SE tersebut, maka dikenakan sanksi. Tetapi sebelum turun sanksi harus ada evaluasi terlebih dahulu. Kemudian dianalisis dan ditetapkan sanksinya seperti apa. Ini jadi catatan DPMD," ungkapnya.
Hanifah menegaskan, pemerintah berkewajiban memberdayakan dan melindungi anak. Karena itu pemerintah daerah diharapkan tidak saling lempar tanggung jawab dalam upaya mendirikan RBRA. Pemerintah daerah harus saling berpacu mewujudkan amanat Kementerian PPPA ini.
“Dinas-dinas harus bisa membangun banyak RBRA di Kabupaten Cirebon sesuai tupoksinya. Sebab anak adalah generasi penerus bangsa yang harus kita didik dan bina dengan proses yang menyenangkan,” pungkasnya. *Muizz