Pada masa anak-anak, pertumbuhan yang sehat tak hanya ditandai pada perubahan fisik namun juga disertai dengan perkembangan mental. Baik kesehatan fisik dan mental diperlukan anak untuk menjalani kehidupan remaja hingga dewasa.
Salah satu faktor untuk menjaga kesehatan mental yakni tercukupinya anak bermain. Sehingga keberadaan Ruang Bermain Ramah Anak (RBRA) menjadi elemen penting.
“Banyak kasus dimana anak-anak bermain di tempat yang berbahaya dan tidak semestinya karena tidak adanya RBRA yang memadai,” ujar Ketua Komisioner Perlindungan Anak Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Cirebon, Fifi Sofiyah.
Menurutnya, kurangnya perhatian orangtua dan minimnya tempat bermain untuk anak menjadi penyebab sehingga anak kehilangan haknya untuk bermain.
“Selain perhatian orangtua, ruang bermain untuk anak juga sangat penting, supaya anak bisa mendapatkan haknya untuk bermain di tempat yang nyaman dan aman,” katanya.
Fifi menegaskan, Kabupaten Cirebon perlu memiliki tempat bermain agar anak tidak kecanduan gawai maupun memilih bermain di tempat yang bisa membahayakan keselamatannya. Ia pun berharap, setiap desa wajib memiliki ruang bermain anak yang nyaman dan menyenangkan.
“Ruang bermain anak di setiap desa harus ada, dengan berdasarkan lokasi yang strategis dengan tambahan fasilitas lingkungan, alat bermain dan lain sebagainya,” tegasnya.
Fifi juga menambahkan, ruang bermain anak harus memiliki fasilitas yang bisa membantu melatih motorik anak. Selain itu, pemerintah harus memastikan seluruh fasilitas di tempat tersebut aman untuk digunakan anak.
“RBRA juga harus nyaman dan aman, mempunyai sirkulasi udara yang baik, memiliki fasilitas yang bisa melatih motorik anak, permainan-permainan yang tidak harus memakai gawai,” tambahnya.
Adanya RBRA, tutur Fifi, menjadi tempat paling tepat bagi anak menghabiskan waktunya. Karena itulah sebuah RBRA harus bisa mengedukasi anak saat bermain. Sehingga anak bermain namun tetap mendapat pengetahuan baru.
“Ruang anak harus mempunyai tujuan, diantaranya supaya anak bisa berekspresi dan mengeksplore idenya. Otomatis motoriknya harus berjalan dan juga harus ada yang mengawasi. Selanjutnya ada edukasi yang harus diterapkan di ruang bermain anak,” tuturnya.
Menurut Fifi, perkembangan anak bukan hanya tanggung jawab masing-masing orangtua, namun pemerintah juga memiliki kewajiban memfasilitasi anak mendapatkan haknya yakni tersedianya ruang bermain.
Sehingga, alangkah lebih baik jika pemerintah mampu menyediakan tempat bermain anak hingga tingkat hilir. Tempat bermain anak tidak harus mewah, taman baca saja itu sudah termasuk tempat bermain anak.
“Area bermain anak sampai tingkatan dasar seperti desa, RT atau RW. Tempat bermain anak tidak harus mewah, ada taman baca saja itu sudah cukup, dan kalau sebatas itu saya rasa swadaya masyarakat juga bisa digunakan,” kata Fifi.
Kepala Seksi (Kasi) Pemenuhan Hak Anak (PHA) Dinas Perlindungan Perempuan, Pemberdayaan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Cirebon Sri Lina Andriana, mengakui, banyak kasus kekerasan yang menimpa anak di Kabupaten Cirebon karena faktor tak adanya ruang ramah bagi anak.
“Kami menyadari banyak kasus soal anak, seperti kekerasan pada anak dan praktik bullying. Kita sudah masuk ke PAUD dan TK untuk menuju sekolah ramah anak,” ungkapnya.
Sebelum pandemi, DP3AKB sering bersosialisasi ke desa untuk membuat lokasi ramah bermain anak, namun semenjak pandemi kegiatan itu tidak berjalan lagi karena refocusing anggaran.
“Dulu sebelum pandemi sering banget kita sosialisasi ramah anak yang difasilitasi desa-desa. Tapi sejak pandemi kegiatan itu tidak berjalan lagi. Semoga di tahun ini bisa kita lakukan kembali,” ujar Fifi.
Sementara itu, Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Cirebon Hj Hanifah, menjelaskan adanya RBRA akan dapat membantu meminimalisasi tingkat kecanduan anak pada gawai dan bermain secara tidak sehat.
“Ya karena selain kurang perhatian orang tua, anak keseringan main gawai karena tidak adanya ruang bermain yang layak untuk anak. Akhirnya mereka beralih ke hal lain,” jelas Hanifah.
Meski demikian, selain berkewajiban menyediakan tempat bermain, pemerintah harus memastikan fasilitas yang tersedia aman digunakan oleh anak dan bisa melatih perkembangan pribadi anak yang baik.
“Pemerintah memiliki kewajiban untuk memfasilitasi tempat bermain yang aman dan nyaman bagi anak, tempat bermain itu bisa untuk membangun perkembangan anak baik kognitif, afektif dan psikomotorik,” tambahnya.
Pemerintah Kabupaten Cirebon, harus mulai tanggap dalam masalah pemberdayaan anak, dimulai dari menyediakan tempat bermain yang layak untuk anak, mengadakan kegiatan-kegiatan yang melibatkan anak. Sehingga hal itu akan meminimalisasi tindak kekerasan pada anak.
Oleh karenanya, Hanifah menegaskan, DP3AKB harus tetap memiliki semangat untuk mewujudkan ketersediaan RBRA.
“Jika DP3AKB merasa enggak punya kekuatan untuk mendorong program tersebut karena tidak ada dana, minimal semangat untuk mewujudkan RBRA itu harus ada, baik melalui usulan kegiatan dan pembangunan infrastruktur maupun mendorong lahirnya perda dan perbup,” jelas Hanifah.
Politisi Fraksi PKB itu berharap, Pemerintah Kabupaten Cirebon tidak saling lempar tanggung jawab mengenai RBRA. Untuk mendorong ruang ramah sejak di desa, Pemkab Cirebon harus bekerjasama dan saling berkoordinasi.
Dia menuturkan, anak adalah generasi penerus bangsa yang harus dididik dengan baik, dibina dengan proses yang menyenangkan. Sehingga mewujudkan RBRA adalah keharusan agar citra Kabupaten Cirebon ramah anak benar dilakukan.
“Harapan saya, para pemangku kebijakan jangan pada tendongan (saling menyalahkan) dan merasa tidak bertanggung jawab. Ini adalah tanggung jawab kita semua, mari saling berkoordinasi untuk mewujudkannya,” jelas Hanifah. *Par