Dinamika 3 edisi Juli 2022

Konsultasi Raperda Perlindungan Perempuan dan Anak

Ilustrasi Konsultasi Raperda Perlindungan Perempuan dan Anak

Pansus I DPRD Kabupaten Cirebon berkonsultasi dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Provinsi Jawa Barat untuk membahas rencana perubahan rancangan peraturan daerah (raperda) tentang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.

Ketua Pansus I DPRD Kabupaten Cirebon Aan Setiawan mengatakan, lawatan kali ini bertujuan agar setiap produk hukum daerah menjadi lebih efektif dan aplikatif dengan memahami masalah perundang-undangan dari sudut filosofis, yuridis, maupun sosiologis.

"Sehingga koordinasi dan harmonisasi dengan Kemenkumham adalah keharusan," ujarnya.

Aan berharap, perubahan raperda tentang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak Nomor 1 Tahun 2018 akan menjamin terpenuhinya hak perempuan dan anak serta berhak atas perlindungan dari kekerasan maupun diskriminasi.

Ia pun menerangkan, Kabupaten Cirebon tengah menyusun masalah perlindungan perempuan dan anak. Sehingga perlu adanya sinkronisasi dan harmonisasi sebelum disahkan.

Bidang Perundang-undangan Kemenkumham Provinsi Jawa Barat Harun Surya menyambut baik langkah Pansus I DPRD Kabupaten Cirebon.

Harun menjelaskan, sejauh ini Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 mengatur pencegahan kekerasan terhadap perempuan, penyediaan layanan perlindungan korban kekerasan dan penguatan dan pengembangan pelayanan. 

Namun belum secara spesifik mengatur pemberdayaan dan perlindungan perempuan sesuai dengan kebutuhan daerah.  

Secara teknis, aturan tersebut baru tertuang dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Nomor 1 tahun 2008 tentang Pedoman Kualitas Hidup Perempuan (PKHP), Pasal 6. 

Sementara terkait pelaksanaan perlindungan perempuan, tertuang dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Nomor 2 Tahun 2008.

"Gubernur, bupati, walikota, berkewajiban mengintegrasikan kebijakan program dan kegiatan PKHP untuk peningkatan kualitas hidup perempuan dalam perencanaan pembangunan daerah," jelas Harun.

Pengaturan secara khusus tidak mengatur tentang pemberdayaan dan perlindungan perempuan. 

Oleh karenanya, Harun mengingatkan, dalam proses menyusun raperda pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, sebaiknya dipertimbangkan beberapa hal. 

Pertama, pembentukan raperda harus mencantumkan secara jelas landasan filosofis, sosiologis dan yuridis. Hal itu bertujuan agar produk hukum yang diharapkan memang kebutuhan mendesak.

"Artinya segi sosiologis misalnya, harus benar-benar dijelaskan  pentingnya penanganan secara khusus untuk melindungi perempuan di Kabupaten Cirebon," kata Harun.

Kedua, dalam memasukan landasan yuridis sebaiknya hanya mencantumkan peraturan pemerintah yang memberikan kewenangan daerah membentuk raperda. 

"Karena dasar hukumnya terlalu banyak, maka tak perlu dimasukkan semuanya," tutur Harun.

Ketiga, dalam muatan raperda terdapat norma yang biasanya mencantumkan rumusan kata wajib. Harun menyarankan, agar mempertimbangkan kembali. Karena penggunaan kata wajib, berarti mengharuskan perlunya sanksi apabila kewajibannya tidak dipenuhi.

 

Pencarian
Edisi Terbaru 2024
Agustus 2024
Cover edisi Agustus 2024
Juli 2024
Cover edisi Juli 2024
Juni 2024
Cover edisi Juni 2024