Kopi Pagi edisi Juni 2022

Tol Pelayanan

Dalam sebuah kunjungan ke desa, seorang warga, sebuat saja namanya Mang Casta, bercerita. Saya mendengarkannya dengan seksama. Meski sebenarnya kisah sejenis bukan kali pertama saya dengar. Tapi tetap saja selalu menggelitik.

“Kang, waktu saya ingin membuat KTP, prosesnya lama dan berbelit. Alasannya blanko kosong, antri, mesin cetak terbatas, macem-macem lah…. Katanya kalau pengajuan normal bisa tiga bulan, kalau bayar bisa sebulan, kalau mau jalan tol dua hari juga bisa, tapi bayarnya lebih mahal lagi,” begitu kurang lebih ia bercerita. 

Tak hanya menggelitik sebenarya, cukup menyesakkan juga. Bagaimana tidak, di era teknologi informasi, di tengah semangat zaman yang berubah begitu cepat, hal itu masih terjadi.

Hampir semua lini kehidupan kini sudah dimanjakan dengan kemudahan teknologi. Di bidang ekonomi, ada e-commerce, e-banking, dan e-trading yang sudah begitu akrab dengan masyarakat. 

Pergerakan manusia dan barang pun sudah berbasis teknologi. Teknologi geo information system (GIS) dan global positioning system (GPS), seperti gmap dan waze, sudah lekat dalam keseharian. Bahkan gojek dan grab sudah memadukannya fungsi GIS dan GPS dengan transaksi ekonomi (e-commerce). Lagi-lagi, orang kampung pun sudah terbiasa dengan aplikasi ini.  

Di bidang pendidikan sudah ada e-learning. Bahkan kini ada universitas yang hanya membuka kelas daring (online). Di bidang kesehatan sudah ada e-doctor. Dengan aplikasi orang sudah bisa berkonsultasi dengan dokter dan mendapatkan resep obat. 

Di bidang pertahanan negara dan keamanan masyarakat pun sudah menerapkan teknologi informasi. Polisi siber beberapa kali diberitakan unjuk gigi mengungkap kejahatan. Ini sekaligus membuktikan bahwa kejahatan dan kemaksiatan pun sudah berbasis teknologi informasi. 

Jika teknologi sudah semakin pintar (smart), masyarakat dan lingkungan pun demikian, bagaimana dengan pemerintahan? Bagaimana dengan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat? 

Jika kita sudah menerapkan e-government, tentu saja kisah Mang Casta di atas tak akan terjadi. Tidak ada lagi cerita pelayanan jalur normal, jalur arteri, dan jalur tol. Harusnya semua pelayanan adalah pelayanan jalan tol. Lancar, cepat, praktis, dan bahkan bisa gratis. 

Pemerintah daerah di semua lini harus membuat tol pelayanan, terutama yang berkaitan dengan pelayanan dasar masyarakat, seperti KTP dan KK. Saatnyalah, pola mikir insan pemerintahan bertransformasi untuk terus meningkatkan pelayanan, bukan meningkatkan ‘pendapatan’ pribadi.

Saatnyalah organisasi pemerintahan berkomunikasi aktif dengan masyarakat sebagai pelanggan. Kepuasaan masyarakat harus senantiasa diukur, dan dijadikan indikator kinerja. Masyarakat harus diberikan akses untuk menyampaikan keluhan. Mekanisme pelaporan disusun dan dilaksanakan dengan rapih dan konsisten, sehingga tersusun standar operating procedures (SOP) yang baku. 

Tentu saja semuanya itu harus berbasis teknologi informasi. Sarana dan prasarana harus secara masif dibangun di setiap lini pemerintahan, baik di tingkat desa, kecamatan maupun kabupaten. Harus ada satu data kemasyakatan (single data system). Tak ada lagi kisah data tidak sinkron antar-lini atau antar-bidang pemerintahan.  

Tak ada lagi kisah tidak ada blanko. Teknologi informasi menyediakan blanko yang tidak terbatas. Tinggal klik dan isi, kapanpun, dimanapun. Sehingga semua tol pelayanan pun tersedia untuk semua jenis layanan kemasyarakatan.  

Tentu saja, juga tidak ada lagi diskriminasi pelayanan. Hanya yang berduit yang mendapatkan layanan prima. Jika semua tol pelayanan itu sudah tersedia, maka disitulah Cirebon Bahagia.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pencarian
Edisi Terbaru 2024
Agustus 2024
Cover edisi Agustus 2024
Juli 2024
Cover edisi Juli 2024
Juni 2024
Cover edisi Juni 2024