Anda dikenal pelatih atlet perbakin Kabupaten Cirebon. Bagaimana penilaian Anda terhadap olahraga di Kabupaten Cirebon saat ini?
Secara umum, potensi olahraga di Cirebon sangat layak dan bagus. Berdasarkan geografis kita juga memiliki wilayah strategis dan SDM yang tidak kalah. Kalau dulu kita bahkan terkenal juara bola voli. Hanya saja menajamen olahraga kita yang dinilai belum optimal. Kita punya total 5 cabang olahraga (cabor) unggulan dari perbakin, drumband, pencak silat, atletik dan biliar.
Sementara saya hanya melatih untuk cabor perbakin. Sejak pertama lahir pada 2007, cabor perbakin telah membawa nama baik Cirebon. Beberapa kali kita selalu mendapat perak hingga emas setiap pagelaran kejuaraan.
Manajerial yang dimaksud, adalah soal memastikan atlet tetap berada di Kabupaten Cirebon. Sementara saat ini, persoalan kita adalah belum mampu memberdayakan para atlet karena minimnya anggaran.
Hal itu dimaklumi, beberapa tahun ke belakang mungkin diakibatkan pandemi. Tapi memang ke depan agar olahraga kita semakin maju, hal itu harus diperhatikan. Terutama berkaitan manajerial di KONI. Kalau ingin maju, maka perlu profesionalitas.
Sehingga kejadian Dewi Laila Mubarokah, atlet perbakin yang berhasil meraih emas Sea Games Vietnam yang pindah ke Kota Bogor tidak terulang. Sebenarnya kepindahan Dewi sudah diminta sejak tahun lalu, hanya kami minta tahan terus. Baru tahun ini karena alasan dinas TNI di Bogor, jadi saya biarkan.
Mengapa altet memilih pindah?
Faktornya yang jelas karena kesejahteraan. Atlet secara rasional pasti berpikir begitu. Seorang atlet juga tahu kemampuan fisik pasti akan terbatas seiring bertambahnya usia. Dan mereka mencari kesejahteraan, setelah berhenti mau kerja apa.
Atlet juga khawatir karena ketakutan masa depan. Sehingga kalau ada daerah lain lebih menjanjikan mereka pasti tertarik. Mba Dewi pindah juga karena di sana lebih menjanjikan. Alat dibelikan alat, akomodasi dikasih dan ada tunjangan gaji setiap bulan.
Sebaikanya biar atlet tidak pergi harus ada kejelasan masa depan mereka. Itu manusiawi karena ke tidak selamanya akan fokus pada olahraga.
Selain itu manajerial di KONI. Kita harus benar-benar profesional. Sekarang di tahun 2022 ada Porda Jawa Barat. Harus ada inventarisasi sejak sekarang. Siapa atlet-atlet yang akan mewakili Kabupaten Cirebon. Dari mana pembiayaannya? Kalau kita bertanding, atlet dan KONI tentu butuh akomodasi.
Sejauh ini dari mana anggaran untuk perbakin?
Kita sering mengandalkan swadaya para pelatih. Misalnya kita patungan buat beli alat atau senjata, atlet juga beli senjata, menjual kalender, membuat kaos untuk dijual. Kadang kita pakai uang sendiri yang nantinya diganti dari KONI.
Pada tahun 2022 ini, kami di perbakin dianggarkan Rp 500 ribu per bulan untuk bayar listrik. Kira-kira cukup tidak? Ya tentu tidak cukup. Tapi kita cari kekurangannya dari sponsor kecil-kecilan, bikin pertandingan. Tapi memang belum sponsor perusahaan besar.
Sementara infrastruktur perbakin itu hasil hibah dari Pemda setelah kita meraih medali emas dari Perbakin. Dari situ Pemkab akhirnya mau memberikan hibah gudang untuk perbakin
Apa saran Anda agar olahraga Kabupaten Cirebon semakin baik?
Kuncinya dari sarana prasarana yang bagus, pelatih yang hebat, dan konsisten berlatih. Di perbakin meski belum standar internasional kita lakukan pelatihan setiap hari. Kita pernah juara umum pada PON tahun 2016 dan terakhir kemarin di PON Papua.
Selain itu, tak kalah penting agar kesejahteraan atlet bisa dicukupi. Kita tahu kalau mengandalkan APBD, tentu tak akan mampu menanggung.
Apa harapan Anda untuk Pemda Kabupaten Cirebon dan DPRD?
Harusnya ada upaya dari Pemkab Cirebon untuk mendorong keberlangsungan sarana prasarana olahraga. Misalnya PT Indocement bangun gedung untuk cabor pencak silat. KONI mengusulkan kerjasama, sementara Pemda menekan perusahaan memberi dana CSR.
Semua harus berperan. Kalau kita di perbakin atau KONI tidak punya power. Misalnya dana CSR berapa yang bisa dialokasikan untuk olahraga. Cirebon sempat menjadi barometer Jawa Barat pada 2014 dan sekarang kita juara umum di sea games. Maka sudah seharusnya sarana dan prasarana olahraga mulai diseriusi.
Di luar itu harus ada aturan yang mengikat untuk memastikan atlet kita berdaya dan sejahtera. Itu harus diikat, misalnya setiap bulan dikasih subsidi berapa untuk atlet. Agar mereka mau stay di Cirebon.
Saya hafal sekali gelaran perlombaan seluruh kalender pertandingan dari Jakarta, Surabaya, Semarang hingga wilayah Indonesia timur. Maka sudah sepatutnya anggaran hibah juga ditingkatkan untuk KONI. Tapi tetap harus diawasi Pemerintah Kabupaten Cirebon.
KONI itu tergantung Pemda dan DPRD. Anggaran kita sangat terbatas dan belum mampu menggaet perusahaan. Di sinilah peran DPRD dan Pemkab Cirebon untuk mendorong perusahaan membantu cabor. Ketika yang menitip atau meminta ke perusahaan adalah pimpinan daerah (Forkopimda) saya kira akan lebih mudah terealisasi.
Misalnya PT Indocement diminta untuk bangun gedung pencak silat. Perusahaan lainnya bantu cabor lain. Begitu pun PLTU untuk mengawal cabor perbakin dari kebutuhan sampai menjadi sponsor kejuaraan nasional. Kita sudah terbukti karena juara umum.
Itu kan tidak mengandalkan anggaan APBD. Uang CSR perusahaan untuk cabor yang diunggulkan sudah cukup. Saya yakin kalau itu dilakukan dan kepastian kesejahteraan atlet juga diberikan, akan berbondong-bondong orang memilih menjadi atlet.
Sementara harapan untuk DPRD, kita berharap setiap usulan yang dibuat KONI melalui Dinas Pemuda dan Olahraga bisa didukung dan disepakati. Usulan tersebut tentu sudah melalui penggodokan dari setiap cabor. Itu pun kalau anggarannya ada dan mampu.
Oktober ini anggaran untuk KONI dari Pemkab Cirebon direncanakan bisa cair. Rencana itu akan kita alokasikan untuk persiapan Porda.