Kopi Pagi edisi April 2022

Visi Bobadan vs Visi Beneran

Dulu saya bertanya pada diri sendiri, bisakah dalam masa jabatan lima tahun seorang kepala daerah mampu membangun daerahnya? Jujur, waktu itu hanya yakin: bisa. Sekarang? Tambah yakin dong…. Kok bisa?

 

Sebenarnya, dalam tiga atau empat tahun setelah menjabat, kinerja seorang kepala daerah akan terlihat: terasa ada perubahan di daerahnya. Sebelum dilanjutkan, silakan sejenak, rasakan-renungkan tentang daerah Anda, bagaimana perubahannya?

 

Kita lanjutkan dulu ya, nanti Anda bisa renungkan kembali. Kenapa bisa demikian (dalam tiga-empat tahun ada perubahan)? Mari lihat beberapa contoh saja.

 

Joko Widodo ketika menjadi Walikota Solo di periode pertama (sekitar tiga atau empat tahun setelah menjabat), sukses membenahi PKL, terminal bus, dan mem-branding Solo. Walhasil di pemilihan periode kedua, ia meraup suara 90%, sebelumnya di periode pertama hanya 36,62%.

 

Hal yang sama juga dialami Tri Rismaharini yang dianggap mampu mengubah wajah Kota Surabaya, dengan membangun taman-taman kota dan menertibkan PKL. Sehingga di periode kedua ia mendapatkan kepercayaan 86,34% suara, sebelumnya hanya 38,53%.

 

Tak kalah dengan Jokowi dan Risma, yang paling fenomenal adalah Abdullah Azwar Anas dalam membangun Kabupaten Banyuwangi selama dua periode (2010-2020). Ini contoh yang tepat bagi Kabupaten Cirebon, karena sama-sama kabupaten.

 

Pada saat ia memulai memimpin Banyuwangi di 2010, Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (KPPD) Banyuwangi menurut evaluasi Kemendagri berada di peringkat 156 dari 395 kabupaten seluruh Indonesia. Lima tahun (2015) setelah menjabat meningkat di posisi 20, kemudian pada 2016 di posisi 16, 2017 di posisi 6, 2018 peringkat 4, dan 2019 peringkat pertama. Luar biasa!

 

Evaluasi KPPD oleh Kemendagri itu dilakukan pada enam urusan pemerintahan: pendidikan, kesehatan, PUPR, pertanian, pariwisata, hingga penanganan kemiskinan. Dari enam indikator tersebut, dirinci lagi menjadi 800 lebih indikator kinerja daerah.

 

Apakah semua indikator itu dikerjakan Anas? Ia fokus pada pariwisata sebagai penggerak utama pembangunan Banyuwangi sejak awal kepemimpinannya. Berbagai bidang disinkronisasikan untuk mendukung pengembangan pariwisata.

 

Dinas lainnya, seperti pertanian, pengairan, pekerjaan umum, serta perindustrian dan perdagangan harus berjalan di rel yang berujung sama: pariwisata. “Semua dinas adalah dinas pariwisata,” seloroh Anas pada sebuah kesempatan. Itu karena Anas tahu persis daerahnya, dan pariwisatalah yang menjadi leading sector pembangunan untuk keluar dari kemiskinan.

 

Anas pun berhasil menanamkan komitmen tinggi kepada para kepala dinas terhadap fokus pembangunan yang telah digariskan, dengan segala inovasinya. Ia juga mampu menyampaikan visinya secara jelas ke aparat birokrasi di bawahnya. Inilah kunci penting keberhasilan Anas: visi pembangunan menginternalisasi dan menjiwai seluruh aparatnya.

 

Beberapa program yang digarap Anas: Banyuwangi Ethno Carnival, Banyuwangi Jazz Festival, Tour de Ijen, Banyuwangi Festival, dan Banyuwangi Eco-tourism. Ia juga melengkapi sarana dengan membangun Bandara Internasional Banyuwangi. Sedangkan di bidang pendidikan ia membuat SAS (siswa asuh sebaya).

 

Hasilnya? Kemiskinan diturunkan ke level 7,52% (2019), padahal sebelumnya 20,09% (2010). Pendapatan per kapita melonjak menjadi Rp 51,80 juta per orang per tahun (2019), sebelumnya (pada 2010) hanya Rp 20,86 juta.

 

PDRB juga terus naik, menjadi Rp 83,61 triliun, sebelumnya hanya Rp 32,46 triliun. Turis domestik dari 654.602 orang (2010) menjadi 5,48 juta orang (2019). Turis mancanegara dari 16.977 orang (2010) menjadi 109.089 orang (2019).

 

Secara politik pun keberhasilan Anas tercermin dalam perolehan suara di pilkada periode kedua, yang mencapai 88,96%. Di periode sebelumnya hanya 49,23%.

 

Buah dari keseriusan pengaplikasian visi seorang pemimpin telah dibuktikan oleh Anas: keluar dari kemiskinan, kabupaten berkinerja terbaik (peringkat pertama) se tanah air, dan pengakuan politik secara elektoral.

 

Bagaimana dengan Kabupaten Cirebon? Kini kita menjumpai angka-angka statistik yang memprihatinkan. Angka pengangguran tertinggi di Jabar dan tingkat kemiskinan lima terbesar di Jabar.

 

Pada 2021, prosentase penduduk miskin di Kabupaten Cirebon mencapai 12,30%, atau sekitar 271,02 ribu jiwa. Sedangkan pengangguran terbuka sebanyak 10,38%, atau sekitar 112.429 pengangguran. Angka tersebut masih di atas angka pengangguran Provinsi Jawa Barat yang mencapai 9,82%.

 

Data 2020 pendapatan perkapita Kabupaten Cirebon sebesar 21,87 juta rupiah. Angka ini hampir sama dengan kondisi Banyuwangi 10 tahun yang lalu. Bahkan prosentase kemiskinan di Banyuwangi waktu itu lebih parah (20,09%), kini mereka jauh lebih maju.

 

Sekarang, mari cek bagaimana penilaian Kemendagri terhadap kinerja pemerintah Kabupaten Cirebon. Pada 2014, Kabupaten Cirebon berada di peringkat 64 dari 395 kabupaten seluruh Indoensia. Sedangkan pada 2017, Kabupaten Cirebon terjun bebas ke peringkat 316.

 

Ini lebih memprihatinkan lagi jika dibandingkan dengan beberapa kabupaten tetangga. Indramayu yang sebelumnya (2014) di peringkat 123, pada 2017 di posisi 41, dan Majalengka yang sebelumnya di peringkat 66 menjadi 45.

 

Sedangkan Kuningan membuat capaian luar biasa, sebelumnya (pada 2014) di posisi 71 menjadi peringkat 5. Jadi, ketika para kabupaten tetangga unjuk gigi, Kabupaten Cirebon malah jeblok.

 

Eit…Namun, kita tak perlu berlama-lama meratapi angka-angka yang memprihatinkan. Saatnya sekarang berubah, dimulai dengan (salah satunya) belajar dari Banyuwangi. Betapa visi seorang pemimpin telah menjadi mesin yang memompa kinerja.

 

Untuk itu pertama mari kenali potensi diri, lalu buat visi yang serius dan menjawab persoalan. Jangan asal hanya karena untuk memenuhi syarat mendaftar di KPUD, atau hanya pajangan di RPJMD.

 

Jika memiliki visi dan determinasi untuk mewujudkan visi, saya yakin dalam empat tahun sebuah daerah akan berubah, seperti halnya Solo, Surabaya, dan Banyuwangi. Saatnya sekarang membuat itu, tidak ada kata terlambat.

 

Di HUT Kabupaten Cirebon (yang konon) ke-540 ini mari kita mulai fokus membangun Kabupaten Cirebon. Jangan lagi setiap ulang tahun kabupaten, kita terjebak pada isu artifisial: perdebatan hari lahir kabupaten dan kota Cirebon.

 

Diskusi hari lahir bae, kapan diskusi mikiri rakyate,” begitu celetukan beberapa teman. Waktunya kita menyusun ulang visi yang beneran, bukan formalitas, apalagi visi bobadan. Selamat ulang tahun Cirebon, bahagia selalu!

Pencarian
Edisi Terbaru 2024
Agustus 2024
Cover edisi Agustus 2024
Juli 2024
Cover edisi Juli 2024
Juni 2024
Cover edisi Juni 2024