Fokus 3 edisi April 2022

Bahasa Cirebon - Tutur Kata Santun Hingga Miliki Ragam Dialek

Ilustrasi Bahasa Cirebon - Tutur Kata Santun Hingga Miliki Ragam Dialek

Bahasa Cirebon salah satu dari banyaknya kekayaan Nusantara yang telah ada sejak ratusan tahun. Sebab bahasa tersebut, menjadi identitas kebudayaan Cirebon dan bagian khazanah kebudayaan Indonesia. Masyarakat telah lama berkomunikasi menggunakan bahasa cirebon dalam kehidupan sehari-hari.

Bahasa Cirebon disebut sebagai bahasa yang ditutur oleh masyarakat di wilayah pesisir pantai utara. Mulai dari kawasan Pedes Kabupaten Karawang, Blanakan, Jatibarang, Cirebon hingga Losari Kabupaten Brebes.

Dalam penuturannya, sebagian besar wilayah Cirebon menggunakan bahasa cirebon. Kecuali sebagian kecil wilayah selatan atau berbatasan dengan Kuningan menggunakan bahasa Sunda.

Sementara itu, bahasa cirebon terbagi menjadi dua, yakni bahasa bagongan atau disebut padinan, kromo atau bebasan. Adapun penggunaannya menyesuaikan tingkatan kriteria seperti umur, kedudukan, sosial, ekonomi pendidikan dan pengetahuan.

Penutur bahasa Cirebon yang menggunakan bentuk padinan biasanya terhadap lawan bicaranya yang sebaya dan juga terhadap orang yang memiliki status di bawahnya. Contohnya percakapan antar teman dalam pergaulan sehari-hari.

Sebaliknya, kebiasaan penutur bahasa Cirebon menggunakan bentuk bebasan terhadap orang yang memiliki status lebih tinggi. Karena itu,  bahasa bebasan dikenal dengan bahasa halus.

Akademisi IAIN Syekh Nurjati Cirebon Syibli Maufur mengatakan, penggunaan bahasa Cirebon bertujuan untuk menjunjung tinggi nilai kesopanan dalam tingkah laku. Istilah ini sering dikenal dengan unggah-ungguh. Misalnya, anak berbicara dengan orang tua harus berbahasa bebasan.

Dalam penelitian yang ditulis Supriatnoko pada tahun 2012, masuknya adat unggah-ungguh di Cirebon dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa. Tepatnya pada awal abad ke-17, Kerajaan Mataram yang di bawah oleh Sultan Agung, ketika bekerjasama dengan masyarakat Cirebon dalam bidang pemerintahan dan ekonomi serta Cirebon dipaksa menjadi kerajaan jajahan Mataram.

Dialek Bahasa Cirebon

Bahasa Cirebon berbeda dengan bahasa Jawa, meskipun terdengar sekilas memiliki kemiripan dengan bahasa Brebes dan Tegal. Perbedaan tersebut mencolok dalam banyak kosa-kata.

Dalam sebuah penelitian, M Abdul Khak saat menjadi kepala bahasa Bandung (Sekarang Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat) membeberkan, terdapat 75 persen  perbedaan kosa kata antara bahasa Cirebon dengan bahasa Jawa Tengah. Sedangkan perbedaan dengan bahasa Jawa Timur mencapai 76 %.

Selain itu, bahasa Cirebon juga memiliki dialek yang beragam. Tercatat ada lima dialek bahasa Cirebon yang biasa digunakan masyarakat Cirebon dalam kehidupan sehari-hari.

Pertama, dialek irebon asli. Dialek ini belum tercampur dengan serapan bahasa lain. Salah satu ciri khasnya adalah kata “isun”  untuk menyebut kata “saya”. Umumnya dialek bahasa cirebon asli digunakan oleh masyarakat daerah keraton.

Kedua, dialek dermayon. Salah satu ciri khasnya yakni kata reang untuk menyebut kata isun dalam dialek bahasa cirebon asli. Umumnya dialek ini digunakan oleh masyarakat sekitar perbatasan Cirebon dan Indramayu. Namun juga digunakan sebagian masyarakat pesisir.

Ketiga, dialek Plered dan Lor. Penuturan vokal  “o”  yang menjadi ciri khasnya. Contohnya penggunaan kata “sira” menjadi “siro” dan gawa menjadi “gawo“. Dialek ini digunakan masyarakat Cirebon bagian barat dan utara.

Keempat, dialek gegesik. Dialek ini juga digunakan masyarakat Cirebon bagian barat dan utara, khususnya di sekitar Kecamatan Gegesik. Dialek ini dipercaya lebih halus dengan dialih bahasa cirebon asli. Dialek gegesik telah melahirkan banyak dalang Cirebon, karena sering digunakan dalam perwayangan.

Terakhir, dialek jawareh. Dialek ini merupakan gabungan dari separuh bahasa Jawa dan separuh bahasa Sunda. Maka tak heran dialek ini digunakan oleh masyarakat yang tinggal di wilayah perbatasan Brebes, Kuningan dan Majalengka.

Karena itu, bahasa Cirebon sebagai warisan budaya menjadi penanda peradaban Cirebon tempo dulu yang maju. Maka tak aneh jika kini keberadaannya telah diakui secara hukum melalui Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2003.  Perda ini menyebut selain bahasa sunda dan bahasa betawi, bahasa cirebon perlu dipelihara dan dilestarikan. *Muiz

 

Pencarian
Edisi Terbaru 2024
Agustus 2024
Cover edisi Agustus 2024
Juli 2024
Cover edisi Juli 2024
Juni 2024
Cover edisi Juni 2024