Cirebon merupakan daerah di kawasan pantai utara (pantura) Jawa Barat yang masih kental dengan sejarah dan budaya. Keberadaan ragam aksara di Cirebon menjadi salah satu bukti kuat bagaimana perjalanan dan perkembangan Cirebon beberapa abad silam.
Budayawan Cirebon Mukhtar Zaedin menuturkan, setidaknya ada lima aksara yang masuk ke Cirebon. pertama, Aksara Arab. Keberadaan aksara arab ditandai dengan masuknya bangsa Arab ke Cirebon melalui pelabuhan Muara Djati pada tahun 1300 Masehi untuk melakukan transaksi.
Adapun kisah masuknya bangsa arab yang terkenal yakni pada tahun 1410 M. Tepatnya, pada masa Syech Nurjati bersama sejumlah rombongan arab datang dalam rangka menyebarkan ajaran islam.
Misi dakwahnya juga diterapkan bersama Sunan Gunung Jati. Hingga dalam perkembangannya, banyak warga arab yang memilih menetap dan menikah dengan pribumi. Salah satu buktinya kehadiran Kampung Arab yang terletak di Lemahwungkuk, Kota Cirebon.
“Mereka punya komunitas dalam menyebarkan ajaran islam. Sehingga menurut saya, pada masa-masa itu aksara arab sudah digunakan di Cirebon,” katanya.
Kedua, Aksara China. Keberadaan aksara ini ditandai dengan masuknya bangsa China ke Cirebon. Budayawan Tionghoa asal Cirebon Jeremy Huang pernah mengungkapkan, warga Tionghoa datang berbondong-bondong ke Cirebon membawa barang perdagangan. Adapun kisah masuknya bangsa Tiongkok yang terkenal adalah kedatangan Laksamana Cheng Ho ke Pelabuhan Muara Jati pada tahun 1400-an.
Menurut Jeremy, salah satu rombongan Laksamana Cheng Ho menamakan Cirebon dengan sebutan Ching Li Wen, yang artinya Sumber yang dalam. Sebutan itu yang ada dalam bukunya yang berjudul “Yingya Sheng Lan” itu dikarenakan Cirebon memiliki banyak kekayaan alam dan hewan laut.
Jeremy juga mengatakan, pada tahun 1700 salah seorang bangsa China Tan Ko Leng tinggal dan menetap di Gebang. Kemudian memiliki banyak keturunan yang tinggal dan menetap di beberapa wilayah Cirebon. Dengan begitu, kedatangan bangsa Tiongkok secar otomotis membawa aksara China. Hal itu juga dibuktikan dengan banyak benda peninggalan China dan terdapat tulisan jenis aksara China, seperti makam china.
“Bangsa yang tinggal dan menetap di Cirebon berarti orang Cirebon. Tidak masalah jika penggunaan aksaranya pakai aksara lain,” ungkapnya.
Ketiga, Aksara Pegon. Aksara Pegon merupakan aksara arab yang dipergunakan untuk menulis bahasa Cirebon, Jawa, Sunda dan bahasa-bahasa lain yang ada di Indonesia. Dalam bahasa jawa, aksar pegon berasal dari kata Pego yang memiliki makna “Ora Lumrah Anggonen Ngucapake” (Tidak mudah diucapkan).
Dalam bentuk tulisan, aksara pegon berjenis tulisan arab. Namun isi bahasanya bisa menggunakan bahasa cirebon, sunda, jawa, madura dan bahasa-bahasa daerah lainnya yang hidup di Indonesia. Selain itu, aksara ini memiliki 20 huruf. Lebih sedikIt dari aksara arab yang sebanyak 30.
Kelebihan lain aksara Cirebon yang tidak dimiliki aksara arab terletak pada jenis huruf konsonannya. Sebagai contoh, dalam aksara Pegon terdapat huruf konsonan (C). Karena itulah aksara ini juga sering disebut aksara arab pegon.
Adapun penggunaan aksara pegon bersifat fleksibel. Bisa untuk penulisan naskah sejarah, kitab keagamaan, buku primbon dan lain-lain.
Di Cirebon, keberadaan aksara pegon dibuktikan salah satunya dengan adanya manuskrip pegon Sejarah Cirebon warisan dari sunan gunung jati PADA 1400-an. Buku tersebut sudah tersimpan di Perpustakaan Nasional.
Keempat, Aksara Hanacaraka. Pada tahun 1400-an, tepatnya masa Cirebon berdiri aksara Hanacaraka telah ada. Dalam Naskah Nagarakretabhumi, Pangeran Wangsakerta menjelaskan, masyarakat saat itu dengan berbagai aksara. Seperti aksara China dan Arab. Selain bahasa Cirebon, aksara Hanacaraka juga digunakan untuk menulis dan mengucapkan bahasa Jawa, Sunda dan Bali.
“Baik di Sunda, Bali maupun Cirebon jenis aksaranya sama seperti itu. Penyebutan nama aksaranya ergantung konteksnya,” katanya.
Kelima, Aksara Latin. Aksara laitin masuk ke Cirebon berbarengan sejak kolonial masuk ke Cirebon, pada tahun 1681 Masehi. Hal itu dibuktikan dengan sebuah naskah zaman perjanjian yang ditandatangani oleh tiga sultan Cirebon, yakni Sultan Sepuh, Sultan Anom, Panembahan dan Wangsakerta. *Muiz