Fokus 3 edisi Maret 2022

Upaya Rawat Wayang Cepak - Masuk Ekstrakurikuler dan Dirikan Sanggar

Ilustrasi Upaya Rawat Wayang Cepak - Masuk Ekstrakurikuler dan Dirikan Sanggar

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Cirebon tengah mengupayakan agar Wayang Cepak bisa tetap eksis dan terjaga keberadaannya sebagai kesenian asli daerah.

Pasalnya, dalam beberapa tahun terakhir, wayang cepak cirebon tak lagi berjaya. Lakon yang mengisahkan babad Cirebon dan kisah para wali yang menyebarkan Islam di nusatantara tersebut, sudah jarang terdengar dan tampil dalam hiburan maupun peringatan hari besar. Tidak aneh, jika sebagian wilayah di Kabupaten Cirebon bahkan tak mengenal nama wayang cepak.

Kondisi demikianlah yang membuat Disbudpar memiliki pekerjaan rumah yang tak sedikit. Mereka pun berencana mendorong upaya sosialisasi dan edukasi yang lebih masif. Agar kesenian wayang cepak dapat dikenali dan diketahui seluruh masyarakat Cirebon.

Disbudpar mengungkapkan, upaya edukasi dan sosialisasi telah rutin dilaksanakan. Kepala Bidang Kebudayaan Disbudpar Kabupaten Cirebon Amin Mughni mengatakan, setiap tahun Disbudpar menggelar seminar edukasi mengenai kebudayaan yang ada di Cirebon.

“Setiap tahun sudah rutin kita gelar seminar budaya. Pada 2 Februari 2022 lalu kami membedah Bahasa Cirebon. Sebelumnya kita juga adakan seminar seni tari, wayang dan yang lain,” ujarnya

Pentingnya sosialisasi, kata Mughni, selain berguna mengenalkan kesenian wayang cepak, juga bertujuan menghilangkan kesalahpahaman yang terjadi. Salah satunya mengenai mitos menjadi dalang yang mengharuskan faktor keturunan.

“Iya itu memang sebagian masyarakat kita beranggapan begitu. Kalau minat jadi dalang harus liat keturunan dulu. Sehingga itu juga menjadi faktor mengapa minat masyarakat menjadi dalang sangat sedikit. Padahal seharusnya tidak begitu, semua orang bisa menjadi dalang,” kata Mughni.

Selain sosialisasi, Mughni telah berencana mengadakan rapat audiensi dengan DPRD dan kecamatan agar wayang cepak bisa senantiasa dipromosikan dalam kegiataan pemerintah.

“Pasca ini kita agendakan audiensi dengan kedua stakeholder tersebut, agar ada langkah nyata yang akan dilakukan bersama. Kita berharap DPRD maupun kecamatan juga akan membantu mempromosikan dan menuangkan ide-ide untuk keberlangsungan wayang cepak,” jelas Mughni.

Mughni juga berkeinginan, agar kesenian wayang cepak bisa masuk ke dalam lembaga pendidikan sebagai ekstrakurikuler pilihan siswa-siswi. Hal itu agar eksistensi dan regenerasi wayang cepak dapat terwujud.

“Kami juga mengupayakan di tahun 2022 sampai 2023 nanti, bersama Dewan Kebudayaan Kabupaten Cirebon (DKKC) dan Bapeltibangda akan meminta setiap sekolah wajib mengadakan ekstrakurikuler yang bersifat kearifan lokal. Semoga bisa terwujud,” harapnya.

Jika kebudayaan wayang bisa dijadikan muatan lokal di sekolah, Mughni meyakini dengan sendirinya para siswa akan menyukai kesenian wayang. Dan secara tidak langsung para penerus kesenian akan terjaga.

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cirebon Deni Nurcahya juga mengatakan telah siap menganggarkan kebutuhan pelestarian kesenian wayang cepak yang diambil dari Dana Alokasi Khusus (DAK) di tahun 2023 nanti. Deni memastikan Disbudpar akan menggencarkan sosialisasi dan pelatihan bagi masyarakat sekitar.

“Kita akan membuat pelatihan khusus wayang cepak, kita cari pelatih dan pesertanya. Jika ada pegiat wayang cepak atau pihak desa yang mengajukan program soal pelestarian kesenian daerah kami akan bantu untuk pengajuannya ke pusat,” ujar Deni.

Selain itu, Deni juga akan mendorong pendirian sanggar kesenian di wilayah timur Cirebon guna menjaga keberlangsungan semua kru wayang cepak maupun sebagai tempat rutin berlatih.

“Sekarang khususnya di wilayah timur Cirebon belum ada sanggar khusus wayang cepak. Makanya kita perlu buat sanggar untuk tempat berlatih nanti, seperti yang sudah ada di Gegesik,” ujar Deni.

Deni menegaskan, perhatian Disbudpar tidak hanya pada regenarasi dalang saja, melainkan juga pada pelestarian panjak atau all crew wayang cepak seperti pemusik dan juga sinden. Oleh karenanya, upaya perawatan ini tak bisa jika hanya mengandalkan Disbudpar sendiri, namun juga seluruh pihak dan para pecinta seni.

“Kami akan tetap melakukan upaya-upaya pelestarian kesenian daerah khususnya wayang cepak. Namun kami juga berharap masyarakat Cirebon khususnya pegiat kebudayaan daerah juga siap membantu setiap upaya kami,” tambah Deni.

Deni menilai, minat anak muda di Cirebon terhadap kesenian wayang cepak dipengaruhi oleh durasi pertunjukan wayang cepak yang memakan waktu lama. Maka Mughni berpendapat agar para dalang membuat inovasi agar lakon wayang cepak bisa dipercepat dengan tanpa menghilangkan isi pesannya.

“Dalam sekali pertunjukan, wayang cepak biasanya dari pukul 9 malam sampai pukul 1 dini hari dan bahkan Subuh. Saya harap kita bisa meniru Yogjakarta, wayang golek bisa pentas di tempat perbelanjaan dengan durasi hanya sekitar 15 menit saja,” jelas Mughni.

Pegiat budaya Cirebon Raden Chaidir Susilaningrat menaruh harapan besar terhadap rencana Disbudpar yang akan mendirikan sanggar pelatihan maupun mendorong masuknya wayang cepak dalam dunia pendidikan.

“Saya sangat sepakat dengan gagasan Disbudpar. Itu merupakan harapan yang selama ini dinantikan oleh para penggiat budaya khususnya para dalang cepak,” kata Chaidir.

Menurut Chaidir, kearifan lokal wayang cepak harus dilestarikan di tengah percepatan kemajuan teknologi. Oleh karena itu, sudah sepatutnya pemerintah bisa memberikan pelatihan kepada dalang-dalang muda, atau memberikan sentuhan kreatif yang lebih modern terhadap seni wayang cepak.

“Misalnya penampilan wayang cepak ditambah dengan alat-alat musik modern dan lagu kekinian. Jadi agar mudah diterima oleh seluruh kalangan,” katanya. *Par

Pencarian
Edisi Terbaru 2024
Agustus 2024
Cover edisi Agustus 2024
Juli 2024
Cover edisi Juli 2024
Juni 2024
Cover edisi Juni 2024