Sebagai desa yang memiliki sumber daya alam yang cukup berlimpah, Desa Sarwadadi, Kecamatan Talun, tak luput dari pesona keindahan alam tersendiri yang memanjakan mata. Hamparan sawah yang luas, ditambah bukit menjulang, menambah kesejukan saat dinikmati waktu pagi dan sore hari.
Di balik keindahan persawahan dan perbukitan, Desa Sarwadadi ternyata menyimpan wahana alam berupa embung yang juga tak kalah menarik.
Embung tersebut, mulanya hanyalah tanah titisara yang dijadikan penampungan air untuk mengaliri lahan persawahan milik warga.
“Awalnya embung itu cuma tanah titisara milik desa. Baru pada 2007, pemdes mengubahnya menjadi embung untuk mengairi lahan persawahan. Embung itu memang selalu ramai oleh warga setiap sore,” ujar Kuwu Desa Sarwadadi Ahmad Jahid.
Jaja, sapaan akrabnya, merupakan kuwu terpilih yang baru saja dilantik pada 31 Desember 2021 lalu. Jaja pun bertekad mengubah Desa Sarwadadi agar lebih maju dan berkembang. Salah satunya melalui pengembangan embung. Pasalnya selain untuk mengairi sawah di desa, embung itu sering kali diburu para pemancing dan menjadi tempat berkumpulnya anak-anak bermain.
“Ada dua poin yang ingin saya garap di embung itu. Pertama mengoptimalkan pengairan sawah warga. Selanjutnya akan disulap sebagai tempat wisata memancing atau perahu air. Sekarang kalau sore hari, embung itu selalu ramai,” ungkap Jaja.
Sebagai warga sekaligus pemimpin di desa, Jaja tahu betul akar masalah untuk membenahi embung. Diantaranya, embung kerap mengalami penyusutan setiap musim kemarau akibat tak memiliki suplai air yang cukup.
Berdasarkan data dari Kementerian PUPR, Embung Sarwadadi memiliki luas 33 hektare dengan daya tampung 33.273 meter kubik (m3), dan mampu mengairi 213 hektare persawahan. Selain mengairi sawah di Desa Sarwadadi, embung tersebut juga dapat mengairi lahan pesawahan desa terdekat.
Namun pada faktanya, menurut Jaja, embung tersebut belum cukup untuk mengairi sawah yang ada di Desa Sarwadadi yang hanya memiliki luas persawahan 102 hektare.
“Petani hanya mengandalkan embung saat musim hujan untuk mengairi sawah mereka. Dengan kapasitas embung yang katanya bisa mengairi 213 hektare harusnya tidak masalah, tapi ternyata belum bisa sepenuhnya membantu perairan sawah di sini,” tutur Jaja.
Pemdes Sarwadadi pun berharap, peran pemerintah baik kabupaten dan pusat, dapat membantu memberi solusi suplai air untuk embung. Pasalnya keberadaan embung sangat dibutuhkan untuk para petani Desa Sarwadadi.
“Kami sudah ada embung tapi belum memiliki suplai air cukup. Jika memasuki bulan Juli sampai Agustus embung akan menyusut hingga kering karena tidak ada suplai air. Saya berharap semoga pemerintah bisa memperhatikan embung kami, bantu untuk perbaikan irigasi dan suplai air dari Mandirancan ke sini misalnya,” harap Jaja.
Embung sarwadadi merupakan potensi yang seharusnya dimanfaatkan dengan optimal. Dengan adanya suplai air cukup, dua poin yang menjadi fokus Pemdes Sarwadadi nantinya akan terealisasi dengan mudah. Para petani akan sejahtera hingga menghasilkan panen yang baik, dan embung pun bisa dikembangkan menjadi objek wisata.
“Menurut saya, kekurangan dari embung itu hanya karena belum memiliki suplai air ketika musim kemarau datang. Bendungannya itu ada di Mandirancan, pihak kami hanya sebatas mengajukan ke pemerintah kabupaten, tapi untuk seterusnya itu kan kewenangan lintas kabupaten,” jelas Jaja.
Jaja sadar akan batas kewenangannya. Oleh karenaya ia berharap Pemkab Cirebon dapat segera membantu mencapai programnya dengan menyambungkan dengan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Provinsi Jawa Barat sebagai pemilik kewenangan.
Meski demikian, Jaja akan terus mencoba mengupayakan agar embung sarwadadi berfungsi dengan optimal.
“Selain menjadi jantung bagi para petani di desa ini, embung itu juga akan menjadi tempat wisata yang akan membantu meningkatkan ekonomi warga dan meningkatkan Pendapat Asli Desa (PADes) nantinya,” pungkasnya. *Par