Rendahnya ranking indeks pendidikan Kabupaten Cirebon dalam skala provinsi yang berada di urutan ke 25, menjadi alasan Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Cirebon harus bersicepat mengejar ketertinggalan.
“Disdik harus kejar ketertinggalan indeks pendidikan melalui program yang mampu mendorong angka rata-rata lama sekolah meningkat. Kita sedih urutan pendidikan kita masih rendah di provinsi,” ujar Yeyet Nurhayati, Ketua PGRI Kabupaten Cirebon.
Menurutnya, upaya mencegah angka putus sekolah dapat dilakukan melalui bimtek peningkatan kualitas SDM bagi guru dan orangtua. Pertama, guru dapat mengedukasi siswa untuk langkah preventif. Bagi siswa yang terlanjur drop out (DO), guru harus mendatangi rumah anak tersebut terlebih dahulu untuk membujuknya melanjutkan sekolah.
‘’Kadang guru kalau tahu siswa DO justru membiarkan saja. Itu juga persolan makanya kami di PGRI juga mendorong guru-guru untuk mendidik siswa-siswinya sepenuh hati,” kata Yeyet.
Selanjutnya tak kalah penting, yakni upaya mengedukasi orangtua yang sangat mempengaruhi anak memilih lanjut atau berhenti sekolah. Bagi siswa-siswi yang berhenti karena alasan ekonomi, perlu sosialisasi jika pemerintah telah memiliki program wajib belajar 12 tahun yang dapat diakses secara gratis. Begitu pun dengan program bantuannya.
Selain itu, bagi siswa yang berhenti karena tidak diterima di sekolah tertentu, Disdik harus menyadarkan orangtua siswa agar tetap menyekolahkan anaknya di sekolah manapun.
“Karena setiap sekolah menggunakan kurikulum yang sama saat memberikan pelajaran. Yang paling penting anak mau sekolah dulu di sekolah manapun,” jelasnya.
Disdik juga harus berani mengatur kuota siswa setiap sekolah, dengan menginstruksikan sekolah-sekolah tidak melebihi ketersediaan rombongan belajar (rombel). Bagi sekolah yang melanggar aturan, bisa diberikan sanksi tegas bertahap.
“Hal itu juga agar pembelajaran di sekolah menjadi efektif. Jangan sampai ada satu sekolah kebanyakan siswa, yang lainnya justru kekurangan siswa,” tutur Yeyet.
Sementara bagi siswa yang telah berumur dewasa dan terlanjur DO dalam jangka waktu yang lama, Yeyet sepakat dientaskan melalui program penyetaraan pendidikan dengan tambahan muatan pelatihan skill dan wirausaha.
Kasi Tenaga Pendidik dan Kependidikan SMP Disdik Kabupaten Cirebon Muhammad Rukhyat menerangkan, Disdik tengah berupaya mengejar ketertinggalan pendidikan dengan memudahkan anak tetap sekolah.
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang menutupi biaya operasional sekolah hingga program Kartu Indonesia Pintar (KIP), kata Rukhyat, menjadi solusi bagi mereka yang memiliki keterbatasan ekonomi.
“Jadi keterbatasan ekonomi seharusnya bukan faktor anak tidak lagi mau sekolah maupun putus sekolah,” kata Rukhyat.
Rukhyat mengungkapkan, Disdik telah gencar menyosialisasikan pentingnya mengakses pendidikan untuk menaikkan indeks pendidikan bagi warga yang belum mendapatkan pendidikan dasar.
Sementara itu, Kepala Bidang Pendidikan Non Formal Disdik Kabupaten Cirebon Novi Komalasari mengatakan, bagi mereka yang tak bisa melanjutkan sekolah karena sudah berumur, Disdik tengah berupaya mendorong regulasi penyetaraan anak putus sekolah melalui lembaga PKBM.
Pemkab Cirebon telah memiliki UPTD pendidikan khusus non formal, bernama Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) yang terletak di Kelurahan Gegunung, Kecamatan Sumber yang telah berperan aktif membantu penyetaraan pendidikan masyarakat yang putus sekolah.
Novi mengatakan, dari kurikulum, metode hingga ujian, PKBM memiliki kesamaan dengan pendidikan formal. Perbedaannya hanya pada penyelenggaraan saja. Dari seluruh PKBM yang ada, total jumlah peserta didik saat ini mencapai 11.979 siswa. Jumlah tersebut mencakup kategori usia 7-21 tahun hingga usia dewasa.
Untuk kategori usia 7-21 tahun, Pemkab tak membebankan biaya karena telah dibantu melalui Bantuan Operasional Pemerintah (BOP). Hanya bagi usia 21 tahun ke atas, calon peserta didik harus mengeluarkan biaya. Sejauh ini, terdapat 75 Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang telah berjalan menyelenggarakan pendidikan kesetaraan.
“Kita harus jemput bola. Warga yang putus sekolah harus diberikan kesadaran tentang pentingnya pendidikan. Ayo hak mereka kita sambut dari negara untuk mereka,” jelas Novi.
Disdik senantiasa menginstruksikan pemerintah desa untuk mendaftarkan minimal satu warga yang putus sekolah ke PKBM. Bahkan hingga mengintervensi Muspika kecamatan agar bisa menganggarkan dana untuk pendidikan kesetaraan.
“Untuk kejar paket sebenarnya sudah dibahas, kami minta pemdes mendata 10 orang yang ingin kejar paket dan diajukan di setiap Musrenbang. Agar pemerintah daerah juga mengalokasikan anggaran. Tahun depan 10 warga yang belum mengenyam pendidikan dasar wajib mendaftar ke PKBM. Alhamdulillah, sedikit demi sedikit kita urai kendala dan carinya solusinya,” ungkap Novi.
Sementara untuk meningkatkan kualitas penyelengaraan pendidikan kesetaraan, Disdik Kabupaten Cirebon juga akan menggelontorkan bantuan pendidikan operasional PKBM. Anggaran sebesar Rp 3,9 miliar yang bersumber dari APBD telah disiapkan. Jumlah tersebut dibagi untuk honor pengajar (tutor) dan perbaikan infrastruktur PKBM.
“Kita baru bisa memberikan honor untuk 5 tutor di setiap PKBM. Kalau idealnya paket A 10 tutor dan paket B 12 tutor,” katanya.
Novi pun mengakui keberadaan tutor kesetaraan sempai sekarang kurang diperhatikan pemerintah. Apalagi hingga kini tutor kesetaraan belum bisa mengajukan Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK).
Sedangkan untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas tutor, Novi telah merancang akan menyediakan forum tutor kesetaraan. Dalam forum tersebut, para tutor nantinya saling berbagi pengalaman mengajar dan merumuskan bersama kemajuan program PKBM.
“Kegiatan ini akan kita rintis untuk mengevalusasi pelaksanaan pembelajaran kesetaraan. Kita juga akan anggarkan di tahun depan nanti. Di luar itu, kita juga tetap lakukan sosialisasi ke masyarakat agar tidak ada anak yang putus sekolah,” pungkasnya.