Body
Dalam rangka mewujudkan kemandirian perekonomian masyarakat, Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Desa Pesanggrahan, Kecamatan Plumbon, menciptakan produk andalan berupa beras merah. Bermula dari harapan para kelompok tani Desa Pesanggrahan yang ingin memiliki makanan sehat. Pemerintah Desa Pesanggrahan melalui Bumdes bernama “Usaha Sejahtera” pun memfasilitasinya.
Langkahnya, Bumdes mulai memanfaatkan lahan seluas 2 hektare milik sebagian warga dan aset desa untuk ditanam padi merah sejak 2015 silam. Setiap kali panen, mereka pun mampu menghasilkan beras merah hingga 5 ton.
“Memang saat ini beras merah sudah menjadi produk kebanggaan desa. Bumdes Usaha Sejahtera setidaknya sudah pernah menanam 4 jenis beras merah yang penuh dengan khasiat untuk kesehatan tubuh,” jelas Ketua Bumdes Usaha Sejahtera Suanda.
Suanda menerangkan, jika beras merah yang dikelola Bumdes bersama kelompok tani merupakan beras merah yang sehat. Terbukti meski belum semuanya organik, perawatannya tak memakai obat pestisida melainkan jenis nabati. Selain itu, harganya pun lebih terjangkau dari beras merah lainnya.
“Untuk harga beras merah kami hanya Rp 15 ribu per kilonya, lebih terjangkau dibandingkan harga di supermarket yang mencapai Rp 20 ribu lebih,” terangnya.
Beras merah karya Bumdes Usaha Sejahtera ini, juga memiliki banyak manfaat kesehatan. Diantaranya, karbohidrat yang kompleks dan kaya nutrisi, glycemic index yang rendah berguna untuk pengaturan kadar gula darah, cepat mengenyangkan, zat besi yang lebih banyak, kaya akan Zinc untuk imun, mengandung vitamin B-6 serta mampu menurunkan kadar kolestrol.
“Sebenarnya saya sudah mencoba semua jenis beras merah, yang lebih lama itu jenis Inpari 24, lalu sejak tahun 2018 mulai muncul beras merah jenis Pamerah, Pamelen, dan Arumba, saya juga mencoba jenis-jenis tersebut,” jelas Suanda.
Setiap usaha tentu tak ujug-ujug berbuah manis. Begitu pun bagi Suanda dan kelompok tani Desa Pesanggrahan. Pasalnya, hingga sampai saat ini mereka belum memiliki pasar yang luas, meski sebenarnya Bumdes telah membuat website untuk diakses melalui daring, namun belum berdampak pada omzet penjualan. Alhasil pemasaran beras merah hanya mengandalkan informasi dari mulut ke mulut.
Suanda pun, sempat bekerjasama dengan beberapa komunitas tani hingga meminta bantuan Dinas Pertanian (Dispertan) Kabupaten Cirebon untuk meningkatkan pemasaran produknya. Namun sampai sekarang belum menemukan titik kelanjutan.
“Pada 2019 lalu, saya mencoba kerjasama dengan komunitas organik di Kota Tasik untuk membantu memasarkan produk kami, namun batal karena ada hal lain. Saya juga sudah minta bantuan Dispertan tapi belum ada respon sampai sekarang,” jelas Suanda.
Meski belum memiliki pasar yang besar, kata Suwanda, sebenarnya beras merah Bumdes Pesanggrahan telah cukup familier di beberapa instansi Kabupaten Cirebon. Bahkan dikenal dan diapresiasi baik oleh Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Desa (Kemendes) saat mereka berkunjung.
“Kita belum punya pasar besar, tapi untuk tingkat DPMD dan Dispertan sudah tahu kalau di desa kami ada produk beras merah. Kementan Dan Kemendes juga mengakui kalau beras merah kami jauh lebih enak dan berbeda dengan yang lain,” ujar Suanda.
Selain beras merah, Bumdes Usaha Sejahtera tengah mengembangkan jenis beras hitam. Tak kurang 2 tahun ini, Suanda dan timnya terus berinovasi merambah berbagai jenis beras.
“Beras hitam kami juga punya, yang juga memiliki kelebihan tidak kalah unggul dari beras merah. Kita hanya berharap ini menjadi produk unggulan desa yang kedepan mampu berdampak besar,” tambahnya.
Upaya Suanda melalui Bumdes Usaha Sejahtera, sejatinya agar para warga Desa Pesanggrahan yang mayoritas berprofesi petani dapat diberdayakan. Sebagai pengusaha lama yang menggeluti dunia pertanian, Suanda juga beberapa kali diminta menjadi narsumber beberapa kegiatan desa untuk membagi rahasia sukses kelola pertanian.
“Sebenarnya ikhtiar produk beras ini, kita berharap desa akan mendapatkan retribusi dan Pendapatan Asli Desa (PADes) tambahan. Makanya kita perlu bimbingan untuk pemasaran dari Pemkab Cirebon,” pungkas Suanda. *Par/Sar