Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Cirebon (DKKC) Sulama Hadi mengatakan, ada 3 pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan Pemkab Cirebon untuk merawat budaya Cirebon.
Pertama, validasi data kesenian dan kebudayaan sejak tingkat desa. Ia menilai hal itu menjadi penting, untuk memudahkan pemerintah daerah melakukan pembinaan.
“Kemarin saya sudah ke 40 kecamatan, tapi banyak dari mereka tidak memiliki data jumlah kesenian dan kebudayaan di setiap desa. Kami ingin pelestarian dilakukan sejak dari desa,” kata Sulama.
Laki-laki yang beralamat di Desa Kertasura itu menyampaikan, banyak sanggar kesenian sulit berkembang karena tidak tahu data kesenian.
Hingga kini, Sulama mengungkapkan, pemerintah daerah tidak memiliki data valid jumlah kesenian dan seniman. Dan merupakan bentuk ketidak seriusan mengelola dan merawat kebudayaan.
Ia pun meminta, tugas tersebut bukan hanya dilakukan Disbudpar, namun juga seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD), terutama DPMD. Pastikan agar menghimbau pemerintah desa membantu pendataan jumlah kesenian dan seniman di setiap desa.
Selain itu, Sulama juga berharap DPMD bisa membagi anggaran dari dana desa untuk tahun 2024 sebagai upaya pelestarian budaya sejak tingkat desa.
“Hal ini sudah kami sampaikan ke Disbudpar dan DPMD. Saya mengusulkan anggaran 5% dari dana desa atau dari kecamatan,” ujar Sulama.
Sejauh ini, Sulama menilai belum ada anggaran khusus dari desa mengenai program kebudayaan. Padahal perawatan budaya yang paling konkret dilakukan sejak dari tingkat desa. “Dan kalau itu terjadi tentu akan membentuk kemandirian desa,” jelasnya.
Kedua, Sulama mengungkapkan kesenian dan budaya lokal mesti dikenalkan ke anak-anak melalui lembaga pendidikan dengan efektif. Hal ini dilakukan untuk menjaga regenerasi agar tetap berjalan dengan baik.
“Saya pernah ngobrol dengan beberapa siswa SMP saat perayaan HUT RI ke 78 kemarin, mereka mahir karawitan, tapi rupanya dia diajari oleh guru yang lulusan jawa tengah. Ini berarti bahasa yang mereka pelajari bukan murni bahasa Cirebon,” ungkapnya.
Lalu, kondisi ketiga yang tak kalah penting. Sulama menuturkan telah banyak menerima keluhan dari anggotanya di DKKC. Ia begitu menyayangkan ketika perangkat pemerintah daerah mengundang kesenian lain di acara mereka.
Hal itu membuat Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Cirebon geram. Dia menilai pemangku kebijakan merupakan publik figur bagi masyarakat, maka sudah seharusnya mampu memberi contoh yang lebih pantas.
“Anggota DKKC itu sekitar 800, dan hampir semuanya mengeluh pada saya. Tentunya saya juga merasa kecewa. Mereka publik figur, maka harus memberi contoh pada masyarakat agar mau melestarikan budaya lokal,” ucap Sulama.
Sulama merasa prihatin terhadap seniman yang terpaksa menutup sanggar atau berhenti. Salah satunya Ki Etom. Dalang berusia 74 tahun asal Astanajapura berencana menjual satu peti wayang cepak miliknya, karena tak lagi berguna. “
“Dia mau jual wayang cepak karena sudah lama sekali tidak tampil. Ini kan miris, dalang wayang cepak tinggal sedikit. Dan ini harus jadi perhatian serius,” terangnya.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan menjelaskan pemerintah wajib memelihara kesenian dan kebudayaan. Ia pun berharap, Pemkab Cirebon mulai serius merawat kebudayaan.
Sulama mengajak agar Pemkab Cirebon bersinergi dengan para budayawan dan seniman menginisiasi inovasi program. “Setiap kali ada momen saya selalu katakan, pemerintah dan budayawan harus bersinergi melestarikan kebudayaan dan kesenian Cirebon,” kata Sulama.
Melalui kerjasama antara budayawan dan pemerintah, akan membuat budaya dan kesenian bisa terkelola dengan baik. “Jika kita saling bersinergi saya yakin kebudayaan di Kabupaten Cirebon akan tetap lestari. Jika perangkat daerah sudah mencontohkan merawat budaya dibarengi dengan kebijakan, maka masyarakat juga akan mengikuti,” tandas Sulama.*par