Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Cirebon Raden Hasan Basori menyesalkan, ketidak hadiran Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Cirebon Hilmi Rivai ketiga kalinya saat rapat dengar pendapat (RDP) untuk membahas Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Padahal rapat tersebut menjadi sangat penting mengenai rencana peningkatan PAD. Hasan mengungkapkan, PAD Kabupaten Cirebon saat ini baru mencapai Rp 750 miliar.
“Tapi Sekda sudah tiga kali tidak hadir. Padahal rapat ini penting karena kaitannya dengan kebijakan dan regulasi,” ungkap Hasan.
Hasan menilai pembiayaan APBD pemerintah daerah belum mandiri. Oleh karenanya, dibutuhkan langkah untuk meningkatkan perolehan PAD. Salah satunya dengan mengoptimalkan BUMD antara lain: Bank Kabupaten Cirebon (BKC), Bank Cirebon Jabar (BCJ).
Komisi II menilai, PAD sektor BUMD masih sangat minim. Padahal potensi BUMD sebagai lumbung pendapatan daerah sangat besar.
“Rapat tadi sudah dihadiri bagian ekonomi, DPMD, Bappelitbangda, BKC, BCJ dan bagian hukum. Salah satu poinnya adalah menaikkan deviden dari perbankan, dari lima item yakni, Dana Desa, ADD, TPP, Siltap dan hibah bansos,” jelasnya.
Pria yang diakrab disapa Kang Hasan itu menerangkan, poin bahasan dalam rapat adalah bagaimana menaikkan PAD dari BUMD perbankan seperti BKC dan BCJ.
“BKC itu sahamnya 100 persen milik Pemda, sedangkan BCJ sharing saham dan sharing profit dengan pemprov. Untuk BKC sendiri, deviden yang dihasilkan per Juli 2023 ini sudah Rp 8 miliar,” terangnya.
Oleh karenanya, Komisi II berpendapat, deviden perbankan bisa dioptimalkan dengan menyasar segmen di jasa keuangan, sharing atau membantu sumber dana simpanan atau dana kredit yang tidak bertentangan dengan regulasi.
Hasan menegaskan, Komisi II berkomitmen untuk mendorong peningkatan PAD BUMD. Sejauh ini BUMD yang sudah berjalan antara lain sektor perbankan dan perusahaan daerah air minum (PDAM).
Ia pun melihat, Pemerintah Kabupaten Cirebon belum mendukung penuh permodalan BUMD. Dukungan berupa modal usaha untuk BKC, BJC dan PDAM Tirtajati tak sepenuhnya direalisasikan sesuai aturan.
“Dalam Perbup itu, Bank BKC sebagaimana beberapa data yang saya baca seharusnya diberi penyertaan modal Rp 50 miliar, tapi pemerintah baru memberikan Rp 30 miliar. Jadi akses permodalan ini jadi penyebab juga,” jelasnya.
Bila melihat segmen pasar, Kabupaten Cirebon dengan jumlah penduduk 2,3 juta, tentu sangat potensial. Andai saja 60 persen total penduduk misalnya didorong untuk mengakses BKC atau BJC, maka pendapatan akan meningkat. Dan itu yang seharusnya menjadi komitmen bersama antara pemerintah daerah dan DPRD. Agar potensi perbankan bisa optimalkan.
Di sisi lain, BKC, BJC harus berani menawarkan akses permodalan atau partnership kepada pelaku usaha kecil dan masyarakat. “Sehingga BKC dan BCJ bisa bersaing dengan bank swasta atau bank lainnya,” kata pria asli Greged tersebut.
Sementara BUMD PDAM, juga tak kalah potensial sebagai sektor pendapatan daerah. Terlebih dengan kehadiran program Sustainable Development Goals (SDGs) yang mengharuskan masyarakat mengakses air bersih. Meski demikian, politisi PKB itu melihat, kondisi PDAM saat ini memprihatinkan.
“Infrastruktur PDAM masih aset lama, sehingga sering kali terjadi kebocoran. Ini yang harus jadi PR bersama,” tandasnya. *Suf