Kopi Pagi edisi Agustus 2023

Glagepan

Jika Bahasa Cirebon punah apakah kamu rela? Pertanyaan itu beberapa kali saya lontarkan ke beberapa orang dengan usia yang berbeda. Tentu saja jawabannya beragam. Namun, ada satu yang menarik, dengan berbalik bertanya: emang bahasa bisa punah?

 

Tentu saja bisa. Catatan Kemendikbud ada 11 bahasa daerah yang sudah punah, enam berstatus kritis (penuturnya berusia 40 tahun ke atas), dan 25 bahasa daerah terancam punah (jumlah penutur berusia 20 tahun ke atas hanya sedikit).

 

Idealnya, seiring dengan perkembangan populasi manusia dan teknologi informasi, Bahasa harusnya berkembang. Perkembangan bahasa salah satunya bisa dilihat dari penambahan jumlah kosa kata dari tahun ke tahun.

 

Pada 1953 julah kosakata Bahasa Indonesia hanya 23 ribu. Kini, sesuai data dari laman KBBI, sudah mencapai 120.375 kosakata. Jumlah ini jika dibandingkan dengan bahasa lain termasuk sedikit. Bahasa Inggris sudah mencapai 1,1 juta kosakata, dan Bahasa Arab 12,3 juta kosakata.

 

Nyatanya, menurut catatan Kemendikbud di atas bahasa daerah mengalami penurunan. Lantas apakah yang menjadi penyebab kemunduran bahasa daerah? Beberapa penelitian menunjukkan faktor kemunduran bahasa daerah antara lain karena adanya persepsi bahwa bahasa daerah itu simbol keterbelakangan, kemiskinan, dan dianggap tidak gaul.

Bagaimana dengan Bahasa Cirebon? Tak jauh beda. Pertanyaan yang lebih penting adalah adakah upaya untuk melestarikan Bahasa Cirebon? Minimal ada tiga elemen penting untuk pengembangan bahasa daerah: Lembaga Bahasa, pendidikan formal dan kegiatan pendukung, serta kamus bahasa daerah.

 

Lembaga Bahasa jelas belum ada. Pendidikan formal belum mendukung sepenuhnya. Ada beberapa daerah yang kesehariannya berpenutur Bahasa Cirebon justru muatan lokal pelajaran di sekolahnya bahasa daerah lain. Tidak masalah sebenarnya, asal Bahasa Cirebon juga diajarkan.

 

Nah, bagaimana dengan kamus? Coba jawab sing teges, aja gremung: Jika engkau orang Cirebon, pernahkah membaca kamus Bahasa Cirebon? Lah kok malah glagepan. Santai saja, tarik nafas dulu. Kalau jawabannya ‘belum pernah’, Anda tidak sendirian. Banyak manusia Cirebon lainnya yang belum pernah menyentuh, bahkan melihat barang langka itu.

 

Ada juga yang ngeles: Kita kan wong Cerbon asli Kang, ora perlu kamus. Betul, tapi kamus adalah alat ukur bahwa bahasa (kosakata) berkembang, sekaligus alat penjaga dari kepunahan. Kamus Bahasa Cirebon-Indonesia tercatat pernah diterbitkan pada 1992 oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

 

Kenapa Bahasa Cirebon tidak boleh punah? Kalau kita bicara mengenai penguatan budaya, maka bahasa adalah fondasi budaya sebuah daerah. Bahasa adalah komponen budaya yang sangat penting dan kompleks. Bahasa mencerminkan cara pandang (worldview), nilai-nilai, tradisi, dan identitas budaya suatu masyarakat.

 

Dalam undang-undang nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan disebutkan bahwa ada 10 objek pemajuan kebudayaan (OPK), yakni Tradisi Lisan, Manuskrip, Adat Istiadat, Permainan Rakyat, Olahraga Tradisional, Pengetahuan Tradisional, Teknologi Tradisional, Seni, Ritus, dan Bahasa.

 

Pemerintah Kabupaten Cirebon Bersama DPRD kini sedang menggodok Perda tentang pemajuan kebudayaan. Perda ini, idealnya mengatur upaya strategis semua pemangku kepentingan tentang 10 OPK tersebut, terutama penguatan fondasi budaya: bahasa daerah.


Lembaga Bahasa harus didirikan. Lembaga ini punya tugas untuk mengembangkan Bahasa Cirebon, termasuk di dalamnya secara berkala memperbaharui kamus Bahasa Cirebon. Lembaga ini juga punya peran strategis men
sinergikan lembaga pendidikan formal untuk meningkatkan minat generasi muda menggunakan Bahasa Cirebon.

 

Harapannya, tak ada lagi manusia Cirebon yang glagepan budaya, terutama berbahasa Cirebon.

Pencarian
Edisi Terbaru 2024
Agustus 2024
Cover edisi Agustus 2024
Juli 2024
Cover edisi Juli 2024
Juni 2024
Cover edisi Juni 2024